Mahasiswa UGM Kembangkan Potensi Asam Jawa sebagai Antibisa Ular Tanah

Foto: Istimewa

Menurut data Badan Kesehatan Dunia, WHO, kasus gigitan ular di Indonesia mencapai 135.000 kasus per tahun dengan angka kematian berkisar 5–10 persen. Ular tanah atau C. rhodostoma menjadi salah satu ular yang banyak menyebabkan kematian di Jawa. Namun, masalahnya adalah Serum Antibisa Ular untuk gigitan ular ini belum terdistribusi secara luas dan tersedia dengan harga yang kurang terjangkau.

Kelompok mahasiswa UGM yang mengikuti program PKM-RE (Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta) berhasil mengungkap potensi luar biasa dari biji asam jawa (Tamarindus indica) sebagai antibisa ular tanah (Calloselasma rhodostoma).

Tim riset yang diberi nama Averin (Antivenom use Tamarind) ini dipimpin oleh Oktaviani Nisa Hanafiah (Kedokteran Hewan) dengan anggota berasal dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya Fauzela Azira Ainaya (Biologi), Fani Nur Maftukhah (Farmasi), Rahmadina Nur Azizah (Farmasi), dan Khansa Fortuna Putri (Kedokteran Hewan). Program tim ini dibimbing oleh Dosen Fakultas Biologi, Dr. Fajar Sofyantoro, M.Sc. selaku dosen pendamping.

Oktaviani Nisa menjelaskan bahwa riset ini terkait ekstrak biji asam jawa ini berpotensi dalam pengobatan alternatif untuk mengurangi angka kematian korban gigitan ular tanah di Indonesia. Ekstrak biji asam jawa telah diujikan pada bisa ular C. rhodostoma secara in vivo.

Baca Juga:  Lurah Condongcatur Hadiri Perayaan Natal di Gereja Baptis Indonesia Gloria Kayen

Dari hasil penelitian mereka pada kelompok perlakuan ekstrak biji asam jawa, dimana luasan hemoragik atau pendarahan berhasil diturunkan secara signifikan jika dibandingkan dengan perlakuan injeksi bisa ular. Oleh karena itu, T. indica dapat menjadi harapan baru dalam pengobatan gigitan ular, khususnya ular C. rhodostoma.

“Riset ini dapat menyediakan data riset praklinis mengenai aktivitas antibisa ekstrak biji T. indica terhadap penyakit gigitan ular C. rhodostoma. Hasil riset ini dapat memberikan kontribusi untuk menurunkan angka kematian kena gigitan ular tanah, ” imbuhnya.

Terkait hasil riset yang mereka lakukan, kata Oktaviani sudah  dipresentasikan dalam Seminar Nasional Biologi Tropika (SNBT) pada 20 Juli 2024 di Fakultas Biologi. Melalui SNBT, hasil riset selanjutnya akan dipublikasikan dalam Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology (JTBB).

Meski baru penelitian awal, Oktaviani mengharapkan riset ini mampu membantu menyelesaikan masalah aksesibilitas dan biaya dalam mengatasi kasus gigitan ular tanah dengan pengembagan antibisanya. “Dengan usaha dan kerja keras, kami berharap riset ini menginspirasi kami untuk terus menggali potensi alam dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia,” pungkas Oktaviani.

Baca Juga:  Puluhan Awak Media Mancing Bawal dan Nila di PIAT UGM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *