YOGYAKARTA – Pusat Inovasi dan Kajian Akademik (PIKA) Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis hasil survei terkait kondisi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) selama Pandemi Covid-19. Survei tersebut bertujuan mengetahui proses dan hambatan dalam pelaksanaan KBM daring dari perpektif mahasiswa.
Berdasarkan hasil survei, mayoritas responden, sebanyak 54.2 persen ternyata menginginkan KBM yang dilakukan secara blended, yakni campur antara daring dan luring. KBM secara blended ternyata dirasa paling nyaman untuk mendukung pencapaian kompetensi dan keterampilan dibandingkan dua opsi lainnya, yakni daring saja atau luring saja.
Di sisa responden lainnya, pilihan KBM yang dilakukan secara daring ternyata juga lebih dominan dibandingkan KBM luring. Responden yang memilih KBM secara daring mencapai sebanyak 34.2 persen, sedangkan yang memilih KMB secara luring hanya 11.6 persen saja.
Survei PIKA ini tersebar kepada 10.800 mahasiswa di semua fakultas dan sekolah vokasi di UGM. Responden paling banyak berasal dari Fakultas Teknik dan Vokasi dengan masing-masing jumlahnya 1535 (14 persen) dan 1248 (11 persen). Dari keseluruhan responden, diketahui 66 persen-nya berasal dari Program Sarjana, 19 persen dari Program Magister, 12 persen dari Program Sarjana Terapan, serta 3 persen lainnya dari Program Doktor, Profesi dan Spesialis. Survei dilaksanakan 19 Maret – 12 April 2021.
Berdasarkan survei, PIKA juga mengungkapkan, selama proses KBM daring yang dilakukan sejak Maret 2020 lalu, kondisi infrastuktur KBM daring yang dimiliki mahasiswa dirasakan sudah lebih dari cukup. 67 persen responden mengatakan kondisi perangkat mereka baik dan sangat baik. 53 persen responden mengatakan kualitas internet juga sudah lebih dari cukup. Hanya saja, kekurangan terdapat pada kondisi suasana belajar. Hanya 46 persen responden yang mengaku mendapatkan suasana belajar yang baik dan sangat baik.
Dalam proses pembelajaran daring, sejauh ini mayoritas responden mengaku masih nyaman terhadap kualitas materi perkuliahan, dukungan sumber belajar eksternal, serta pada proses penyampaian materi dari dosen. Kelemahan proses KBM daring selama ini terletak pada aspek kualitas interaksi, kemudahan dalam pencapaian keterampilan, kualitas penugasan, dan kemudahan dalam memahami materi. Aspek kemudahan untuk memahami materi medapatkan nilai paling rendah, yakni hanya 3.12 dalam skala linkert 1-5, dengan angka 5 mengacu kondisi sangat baik.
Serta, dari lamanya durasi sinkron, 58.1 persen responden mengatakan merasa nyaman jika dilakukan selama 30-60 menit. Hanya 28.9 persen responden yang merasa nyaman ketika proses KBM berlangsung selama 60-90 menit.
Menanggapi hasil survei tersebut, Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan Prof Dr Ir Djagal Wiseso Marseno MAgr menuturkan, keputusan untuk melaksanakan KBM masih harus menunggu pertimbangan lainnya. Pertimbangan yang dimaksudkan ialah situasi dan kondisi covid nasional pasca Lebaran nanti, serta pertimbangan kepada kebijakan Provinsi DIY dan nasional. “Prinsip utama mengutamakan keselamatan mahasiswa, dosen dan tendik,” tutur Prof Djagal, Selasa 20 April 2021 .
Prof Djagal mengatakan, jika pasca lebaran nanti tidak terjadi puncak Covid-19 maka KBM Semester I TA 2021/2022 nanti kemungkinan besar akan dilakukan secara blended, dengan skema pertama pembagian daring di awal semester dan di paruh kedua secara luring. Atau dengan skema blended ke-2, di mana dari awal semester ganjil nanti, KBM dilakukan dengan separuh mahasiswa secara luring dan separuh lainnya daring, dan dilakukan secara bergantian.
“Hal ini juga kami mempertimbangkan jenis keilmuan di prodi masing-masing,” pungkas Prof Djagal. (Sukron)