Menanam Melon, Petani Mesti Kuat Mental dan Kuat Modal

Leksi, menyirami lahan melon di Kalurahan Kranggan, Galur Kulonprogo. Pengairan bersumber dari air sumur bor sedalam lima meter. Pemupukan berupa pupuk NPK dan ZA. (Foto: Wiradesa).

BERTANI melon, di samping harus kuat modal juga mesti kuat mental. Secara fisik, menanam melon harus benar-benar tekun. Leksi, petani melon asal Nomporejo, Galur Kulonprogo menyampaikan proses bertani melon yang tengah ia geluti.

“Musim tanam padi, padi kemudian palawija. Palawija yang ditanam misalnya lombok, brambang, jagung, melon, semangka, hingga kacang hijau. Kebetulan tahun ini giliran bertanam melon,” ucap Leksi, Minggu 30 Juni 2024.

Leksi mengungkapkan, petani melon seperti dirinya harus kuat mental. Sebab dari proses bertani yang dijalani tak bisa lepas dari risiko gagal.

“Kalau gagal panen penyebabnya bisa beberapa macam. Faktor hama, hingga faktor bencana. Dulu 2016 tanaman melon terendam banjir. Modal Rp 50 jutaan tidak kembali. Modal buat sewa lahan, pembelian bibit dan pupuk serta biaya tenaga. Saat itu menanam 25 bungkus bibit. Per bungkus setara 500 tanaman,” kenangnya.

Leksi pun mengisahkan, keberaniannya kala itu menggarap lahan melon dilatari sukses tahun sebelumnya saat panen berhasil mendapat Rp 47 juta kotor. Bermaksud mengulangi sukses, pada 2016 modal dibesarkan sampai Rp 50 juta. Tapi nasibnya tak mujur. Akibat banjir ia justru gagal panen.

Baca Juga:  Mahasiswa PMM UGM Pelajari Kebhinekaan Indonesia Lewat Modul Nusantara

Leksi menuturkan, meski pernah gagal panen dan rugi besar, ia mengaku tidak kapok untuk menanam. Pasalnya kalau tahun berikutnya tak menanam ia justru akan kesulitan mengembalikan modal Rp 50 juta yang telah ludes.

“Modal bisa didapat dari pinjaman, bisa juga dari jual ternak, juga dari jual hasil panen sebelumnya,” imbuhnya.

Musim tanam ini, Leksi menanam melon di lahan di Kalurahan Kranggan. Lahan yang dia garap seluas 800 meter. Lahan seluas itu dia tanami 1500 batang tanaman melon. Biaya perawatan mulai dari persiapan lahan, pengairan, pemupukan hingga panen tiap 500 tanaman butuh biaya perawatan Rp 2 juta. Jadi dengan 1500 tanaman butuh setidaknya biaya Rp 6 juta.

“Tahun ini tanam melon tidak banyak. Menyesuaikan modal. Dulu pernah menanam 6 bungkus benih dapat panen 12 ton melon. Jadi kalau tahun ini diberi hasil bagus harapannya dapat panen 6 ton,” tukasnya.

Untung dari bertani melon masih ditentukan harga pasar. Termurah sekilo melon pernah dihargai Rp 5 ribu. Pernah pula harga melon melambung jadi 15 ribu perkilo.

Baca Juga:  KWT Tuwuh Makmur Manfaatkan Bekas Bangunan Untuk Ketahanan Pangan

“Jika panen bagus, jumlah panen melimpah, dan ketemu harga jual tinggi maka untung besar. Jadi belum bisa prediksi nanti hasilnya seperti apa,” jelasnya.

Ngalimi, petani lain asal Nomporejo menuturkan, bertani palawija tetap ada unsur untung-untungan. Bisa jadi ketika panen, harga pasar justru anjlok. Padahal modal yang telah dikucurkan tidak sedikit. Karena itu, dia tahun ini tak bertani palawija. Alapalagi selama ini hanya sebagai petani penyewa lahan.

“Kalau saya tipe petani yang ada bakat tapi kurang ragat. Daripada berisiko gagal maka tahun ini tidak ikut menanam palawija seperti warga lain,” ujarnya.

Ngalimi menuturkan sebagai petani penggarap dengan sistem bagi hasil, dalam bertani ia mesti menanggung penuh biaya modal dari tanam hingga panen. Setelah panen hasil dibagi. Sebagai penggarap ia mendapat hak tiga perempat, sementara pemilik lahan mendapat seperempat dari hasil panen. (Sukron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *