Kolom  

Merindukan Pemikiran Prof Mubyarto Mewujudkan Pembangunan Desa Pancasila

Foto: Wiradesa

BAGI Generasi muda saat ini yang kita kenal dengan Gen Z, masalah pembangunan desa bukanlah isu “seksi”, yakni salah satu tema penting dalam percakapan publik. Mereka mungkin lebih tertarik dengan isu-isu lingkungan dan perubahan iklim, serta terlibat aktif dalam gerakan-gerakan lingkungan dan menuntut tindakan nyata dari pemerintah dan perusahaan untuk mengatasi krisis iklim. Kita bisa memakluminya, karena Gen Z terlahir dan didesain untuk tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi internet dan media sosial.

Mereka telah terbiasa dengan informasi yang mudah diakses dan terhubung secara global. Sementara, pembangunan desa dianggap sebagai masalah pemerintah pusat dan para pengambil keputusan kebijakan publik di tanah air. Padahal tidak demikian adanya, pembangunan desa merupakan bagian penting dari pembangunan bangsa secara keseluruhan yang melibatkan seluruh masyarakat Indonesia untuk berpatisipasi secara aktif.

Pembangunan desa yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan penerapan Ekonomi Pancasila dalam pengelolaan ekonomi desa akan menciptakan desa yang lebih sejahtera, adil, dan berkelanjutan. Dengan semangat gotong royong dan pemberdayaan masyarakat, desa-desa di Indonesia dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Membicarakan pembangunan desa yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan penerapan Ekonomi Pancasila dalam pengelolaan ekonomi desa, tentu tak bisa dilepaskan dari Konsep Ekonomi Pancasila yang dikembangkan oleh almarhum Profesor Mubyarto. Almarhum adalah orang pertama di Indonesia yang menggagas konsep ekonomi Pancasila.

Baca Juga:  Desa Jatimulyo Selenggarakan Rapat Koordinasi Pengembangan Desa Anti Politik Uang

Penulis masih ingat, saat masih aktif bekerja menjadi jurnalis di media lokal Yogyakarta, beberapakali bertemu dan mewawancarai almarhum Prof. Mubyarto di acara-acara seminar nasional yang diselanggaran UGM maupun di ruang kerjanya yakni di gedung usat Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan (P3PK) UGM, saat ini beralamat di Jalan Pancasila, Bulaksumur No No.G-7, Sagan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sosok Prof. Mubyarto adalah sosok yang sederhana, jujur, dan senantiasa memegang teguh nilai-nilai kebenaran yang diyakininya. Saat wawancara dan ngobrol dengan almarhum, penulis kaget sekaligus kagum dengan konsistensi dan keteguhan almarhum dalam mengejawantahkan konsep Ekonomi Pancasila.

Menurut pandangan Prof. Muby, panggilan akrab almarhum yang dijuluki “Begawan Ekonomi Pancasila”ini, perekonomian Indonesia selama ini lebih banyak menggunakan metode deduktif, dengan mempelajari secara teoritis ekonomi Barat dan mencoba menerapkannya di Indonesia tanpa memperhatikan perbedaan sistem, nilai, dan budaya kedua negara. Pada kenyataannya sistem ekonomi tersebut tidak sesuai dengan jiwa dan asas ekonomi kekeluargaan yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945 dan Pancasila.

Bertolak dari pemikiran “Ekonomi Pancasila” ala Prof, Muby, dosen di Fakultas Ekonomi UGM (1959-2003) kelalahiran Sleman, yang memperoleh gelar Master of Arts dari Vanderbilt University, Tennessee pada tahun 1962 dan gelar Doctor of Philosophy dari Iowa State University, Iowa pada tahun 1965, keduanya di Amerika Serikat, itulah penulis mencoba mengelaborasi nilai-nilai tersebut dalam konteks pembangunan Desa Mandiri di Indonesia. Ekonomi Pancasila diharapkan mampu menjadi dasar filosofi dalam membangun desa mandiri. Nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong, keadilan sosial, dan musyawarah mufakat menjadi landasan dalam setiap kegiatan ekonomi di desa.

Baca Juga:  Mewujudkan Desa Mandiri, Sebuah Keniscayaan

Muncul pertanyaan di hati penulis dan para pembaca wiradesa.co., bagaimana menerapkan Ekonomi Pancasila dalam pembangunan Desa Mandiri? Menurut hemat penulis, prinsip Desa Mandiri berbasis Ekonomi Pancasila dapat dilakukan dengan pertama, pemanfaatan potensi lokal dengan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi ekonomi desa, baik dari sektor pertanian, perikanan, pariwisata, maupun kerajinan. Kedua, melalui pmberdayaan Masyarakat yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan ekonomi, memberikan pelatihan, akses informasi, dan modal usaha.

Ketiga melaluipengembangan Koperasi dan BUMDes, yakni membentuk dan mengembangkan koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai wadah kegiatan ekonomi yang berbasis gotong royong. Keempat, menerapkan konsep keadilan sosial, dengan memastikan bahwa manfaat pembangunan ekonomi dirasakan oleh seluruh masyarakat desa, tidak hanya segelintir orang. Kelima, malalui kegiatan pelestarian lingkungan, dngan engembangkan ekonomi desa dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Keenam, melalui kegiatan gotong royong, mendorong kerjasama dan saling membantu antar warga desa dalam berbagai kegiatan ekonomi.

Ekonomi Pancasila ini bisa diterapkan melalui koperasi desa. Koperasi yang beranggotakan masyarakat desa dapat menjadi wadah untuk memasarkan produk lokal, memberikan pinjaman modal, dan meningkatkan kesejahteraan anggota. Selain koperasi juga BumDes, Badan Usaha Milik Desa dapat mengelola berbagai potensi desa, seperti pengelolaan sampah, pengembangan wisata desa, atau pengelolaan sumber daya alam. Berikutnya adalah pengembangan pertanian berkelanjutan. Dengan menerapkan sistem pertanian organik dan berkelanjutan untuk meningkatkan hasil panen dan menjaga kelestarian lingkungan. Juga pengembangan wisata desa, dengan mmanfaatkan potensi wisata desa, seperti wisata alam, budaya, atau sejarah, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

Baca Juga:  Koperasi Merah Putih Sarana Membangun Ekonomi Kerakyatan

Penulis berharap tulisan ini mampu memantik masyarakat dan para pengambil kebijakan publik agar selalu berinovasi mengejawantahkan nilai-nilai Ekonomi Pancasilan dalam setiap program kegiatan maupun kebijakan publik yang dibuatnya. Semoga bermanfaat. **


Penulis: Sulistyo Budi N (Pemerhati masalah pembangunan desa di Indonesia)

Tinggalkan Komentar