YOGYAKARTA – Prof. Tri Joko Raharjo, S.Si., M.Si., Ph.D., dosen Departemen Kimia FMIPA UGM dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kimia pada Selasa (7/11) di Balai Senat UGM. Saat itu ia menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Peptida Bioaktif Sebagai Sumber Alternatif Dalam Pengembangan Senyawa Obat Baru.
Tri Joko menjelaskan senyawa obat berbasis peptida sebenarnya bukan merupakan hal baru. Sejak lama, telah dikenal antibiotik golongan penisilin yang merupakan struktur turunan peptida dan tersusun atas asam amino adipat, sistein dan valin. Namun, dalam perkembangannya keberagaman struktur dan kombinasi asam amino serta modifikasinya menjadikan senyawa peptida dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis.
Peptida bioaktif dikatakan Tri Joko menawarkan keunggulan dibandingkan pengembangan obat dari sintesis molekul kecil. Sebab, selain variasi kerangka struktur dan gugus fungsi yang tidak kalah dari molekul sintesis, pembuatan peptida juga relatif lebih mudah dengan memerhatikan seteroisomernya.
“Peptida dapat dianggap seperti molekul endogen sehingga obat berbasis peptida juga menawarkan kelebihan dalam hal keamanan,”terang Ketua Prodi Magister Kimia FMIPA UGM ini.
Lebih lanjut Tri Joko memaparkan bahwa peptida merupakan target yang sangat menarik untuk pengembangan senyawa obat yang mekanisme kerjanya berbasis interaksi dengan reseptor. Peptida ini bisa dijumpai sebagai senyawa bebas di dalam sel makhluk hidup. Peptida bioaktif bisa digunakan sebagai antimikrobia yang memiliki aktivitas terhadap bakteri, jamur, maupun virus. Selain itu peptida bioaktif juga sebagai agen anti kanker misalnya dari hidrolisat protein kedelai, hidrolisat protein buncis, hidrolisat protein mikroalga dan lainnya.
Peptida bioaktif juga bisa untuk anti hipertensi. Misalnya, dari protein putih telur, protein susu, protein kacang polong, dan fermentasi susu. Berikutnya, peptida bioaktif anti diabetik dari protein hewan seperti protein tanduk rusa,protein ikan boarfish, protein udang, dan susu unta, Sedangkan dari protein nabati antara lain dari protein sereal quinoa, sereal barley, dan gluten gandum.
Tri Joko menyebutkan aplikasi peptida bioaktif untuk keperluan makanan fungsional, mutraseutikal maupun pengawet pangan dapat dilakukan dalam bentuk pangan fermentasi. Sementara, sebagai senyawa, peptida memerlukan proses pembuatan yang mudah dan berkelanjutan.
“Peptida bioaktif yang diidentifikasi dari berbagai hidrolisat protein tidak mungkin didapatkan dalam jumlah yang banyak secara mudah dengan proses isolasi dan pemurnian seperti pada saat identifikasi peptida,”tuturnya.
Kendati begitu, lanjutnya, teknologi DNA rekombinan bisa menjdai pilihan menarik dalam produksi peptida. Produksi peptida melalui car aini memiliki kelebihan dibandingkan produksi molekul kecil karena peptid adibuat sebagai fusi protein yang merupakan produk pertama ekspresi gen. Berbeda dengan molekul kecil yang bisa jadi melibatkan beberapa gen yang mengkode proses biosintesisnya. Selain bisa dioverekspresi untuk mendapatkan produk dalam kuantitas banyak, proses pemurniannya juga relatif sederhana.
Diakhir pidatonya, ia menegaskan bahwa peptida bioaktif memiliki potensi aplikasi yang sangat luas sebagai senyawa obat baru dengan berbagai aktivitas dan mekanisme yang jelas hingga lever molekuler. Selain itu peptida bioaktif juga menawarkan sistem pengobatan maupun pengawetan makanan yang aman.
“Peptida anti bakteri, anti kanker, anti diabetes maupun anti hipertensi bersama-sama dengan peptida aktif dengan aktivitas lain diharapkan bisa dikembangkan sehingga sedikit banyak dapat berkontribusi dalam mengatasi persoalan penyakit-penyakit tersebut yang masih jadi persoalan kesehatan serius di dunia,” pungkasnya. (*)