Respons Pengesahan UU Minerba, Watchdoc Rilis Film Pemburu Rente Seri Ketiga

Watchdoc menggelar acara nonton bareng dan diskusi film rilisan terbarunya bertajuk "Pemburu Rente", di Selasar Barat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM). (Foto: Istimewa)

Bersamaan dengan gerakan aksi damai #Bersamarakyat di Yogyakarta pada Kamis (20/2/2025), Watchdoc menggelar acara nonton bareng dan diskusi film rilisan terbarunya bertajuk “Pemburu Rente”. Pemburu Rente merupakan seri ketiga dari film “Bloody Nickel”. Nonton bareng dan diskusi digelar di Selasar Barat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM).

Film ini merupakan episode lanjutan dari seri Bloody Nickel yang juga mengupas persoalan bisnis tambang di masa pemerintahan Presiden Jokowi silam yang terus berlanjut hingga pemerintahan Presiden Prabowo saat ini.

Film berdurasi satu jam berusaha mengungkap bagaiamana praktik pemerintah memainkan aturan demi memperlancar bisnis tambang nikel melalui undang-undang. Praktik tercermin dari kilatnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang dilakukan melalui rapat paripurna oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (18/2/2025). Pemerintah punya peranan penting sebagai pemegang kontrol dalam memainkan dan mengubah regulasi pertambangan nikel demi mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Bersama Jatam, Trend Asia, YLBHI, Transparency International Indonesia, dan Greenpeace, film menyoroti bagaimana dampak dan persoalan bisnis tambang khususnya di Indonesia wilayah timur. Beberapa smelter tambang tetap dapat dibangun meski tak sesuai dengan ketentuan Amdal. Sehingga tak sedikit proyek pembangunan pertambangan turut merusak alam. Tentu pada akhirnya berimbas kepada masyarakat karena hak untuk hidup di lingkungan yang sehat jadi terampas.

Baca Juga:  UGM Launching Pojok Bulaksumur: Cegah Distorsi Selaraskan Online dan Offline

M Sridopo selaku perwakilan Watchdoc memaparkan kesulitan yang ia hadapi ketika membuat film dokumenter ini. Menurutnya kesulitan terbesar ketika meliput di daerah proyek pertambangan adalah masyarakat yang terpecah belah. Masyarakat pun terbagi dalam kelompok setuju dan tidak setuju atas proyek pertambangan. Padahal ketika pemerintah memainkan aturan dan proyek pertambangan tak memenuhi Amdal pun lolos, kerusakan lingkungan amat berpotensi terjadi.

“Publik berpikir bahwa regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat mungkin tidak akan berpengaruh bagi kehidupan, tapi kenyataannya tidak seperti itu,” tutur M Sridopo.

Sebagai warga Wadas yang terdampak proyek pertambangan di Jawa Tengah, Udin turut menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah. Pasalnya proyek pertambangan yang ada di daerahnya merugikan dan mengambil hak hidup masyarakat Wadas. Pemerintah sebagai regulator tak punya keberpihakan pada masyarakat. Padahal masyarakat adalah pihak yang paling terdampak dari berlangsungnya proyek pertambangan.

“Pemerintah membuat kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat,” jelas Udin kecewa.

Tak hanya permainan pemerintah dalam mempermudah regulasi pertambangan, film garapan Watchdoc turut menguak berbagai tokoh politik yang punya keterkaitan dengan kepemilikan beberapa perusahaan tambang. Bahkan tokoh-tokoh politik yang terjerat kasus korupsi seperti Abdul Gani Kasuba yang punya kaitan dalam kasus perizinan tambang. Sehingga pemburu rente atau pemburu keuntungan besar yang ada dalam kasus ini adalah pemerintah itu sendiri. (Asy Syifa Salsabila)

Baca Juga:  Menuju Desa Bersinar, 35 Perangkat Desa Gandasuli Dites Narkoba

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *