KULONPROGO – Lakon kethoprak berlatar kisah pada zaman Pangeran Diponegoro bakal digelar di Padukuhan Gembongan Sukoreno, Sentolo. Tepatnya di event 17-an di Panggung Pacak Sepuran. Sarwidi salah satu pemain yang memerankan tokoh Ki Wongso Kewer mengatakan, kethoprak dalam rangka 17-an di Panggung Pacak Sepuran akan digelar Minggu 4 September 2022 malam.
Bagi Sarwidi, penampilan pada acara tersebut menjadi panggung ke sekian yang dia ikuti selama beberapa waktu belakangan ini, terutama setelah diperbolehkannya acara seni digelar terbuka bagi penonton.
“Nanti 19.30 mau ada latihan. Lakon cerita berlatar zaman Diponegoro. Saya kembali memerankan tokoh antagonis, sebagai Ki Wongso Kewer,” ucap Sarwidi kepada wiradesa.co di rumahnya di Padukuhan Gembongan RT 30 RW 15 Sukoreno, Sentolo.
Tokoh Ki Wongso Kewer, digambarkan sebagai sosok yang nyelelek, nyenyengit, tokoh yang suka cari muka ke kompeni sementara kepada rakyat pura-pura membela namun sejatinya menindas.
“Tokoh Ki Wongso Kewer ini juga thukmis kalau lihat wanita cantik. Mata keranjang,” terang Sarwidi sembari terkekeh.
Sebagai seniman kethoprak juga lawak, Sarwidi mengaku harus siap memerankan berbagai karakter tokoh bukan hanya antagonis. Akan tetapi dalam beberapa penampilan ia memang kerap didapuk memerankan tokoh antagonis.
Mulai main kethoprak sejak 1994, Sarwidi belajar secara otodidak. Di samping itu, bekal pendidikan formal yang didapat saat sekolah di SMKI Yogya Jurusan teater menjadi bekal berkarier di bidang seni panggung.
“Sejak awal memang senang nonton kethoprak, nonton lawak. Tiap kali ada pagelaran selalu bawa kertas sama bolpoin. Lelucon, banyolan yang dibawakan pelawak Marwoto, Yu Beruk dan lainnya saya tulis untuk memperkaya materi,” tutur Sarwidi yang mengidolakan sosok pelawak Mbah Bardi Gunungkidul, Buang, dan Joko Ismoyo dari Bantul serta mengidolakan pelawak Marwoto.
Lulus SMKI pada 1997 ia berproses dan memperdalam seni kethoprak di Sanggar Seni Kethoprak Mekar Budoyo Giyoso Salamrejo, Sentolo. Belajar naskah kethoprak dan berakting pada Pairi HM. “Gabung di sanggar sampai 2015-an,” timpalnya.
Di luar seni tradisi, Sarwidi menekuni berbagai pekerjaan. Dari office boy di kampus swasta Yogya, kerja sebagai tukang finishing di usaha furniture, hingga pernah keliling mendring alias tukang kredit barang pecah belah. Dari 2011 hingga sekarang bekerja sebagai karyawan swasta bagian operator pengisian gas elpiji.
“Bagi saya sendiri dunia seni seperti tadah udan. Saat ada yang nanggap ya syukur, sepi tanggapan ya sudah. Tidak ngoyo. Karena sudah ada kerjaan utama. Begitu pun soal honor pentas. Suka rela saja,” ungkapnya.
Acara seperti mantu, syukuran bersih desa, Syawalan, khitanan biasanya yang kerap diisi Sarwidi. “Yang jelas acara sripah, mboten,” guraunya sembari menyebut nglawak terjauh diundang ke Wonogiri, pernah pula tampil di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) anjungan DIY.
Sebagai seniman, Sarwidi mengatakan, dirinya dituntut selalu belajar. Mengeksplorasi kemampuan agar tak terjebak pada penampilan yang menjemukan. Ia pun bersahabat dan menjalin tali silaturahmi dengan para seniman dan pelawak Yogya seperti Marwoto, Wisben, Mbah Waluyo Gunungkidul dan Yati Pesek, Dalijo Angkring serta Joned. “Selalu belajar pada senior yang lebih pengalaman. Tampil dengan mereka yang sudah bepengalaman juga lebih enak,” pungkasnya. (Sukron)