BANTUL – Sate klatak Pak Bari benar-benar ngangeni. Meski sudah puluhan tahun tidak ketemu dan merasakan olahan satenya, tetapi rasa dan suasananya terasa masuk di hati. Cara mengolah dan tempat jualannya, menyajikan rasa dan suasana khas Jogja.
Dulu sebelum gempa melanda Bantul tahun 2006, Pak Bari bersama adiknya Mas Jono menjual sate kambing di dalam Pasar Jejeran Wonokromo Jalan Imogiri Timur, Bantul. Pak Bari yang mengolah satenya, Mas Jono yang menyajikan tehnya. “Sudah lama gak ketemu ya mas,” ujar Pak Bari menyapa Wiradesa, Kamis (28/4/2022) malam.
Meski sudah sekitar 20 tahun tidak bertemu, tetapi Pak Bari, masih ingat dengan suara pelanggannya yang dulu hampir setiap malam makan sate klatak racikannya. Keakraban antara pelanggan dan penjual sate kambing di Pasar Jejeran menjadi salah satu daya tarik, para penikmat sate untuk datang kembali.
Awal tahun 2000-an, tempat jualan sate kambing Pak Bari terasa unik dan mengesankan. Lokasinya di tengah pasar tradisional, dengan los-los pasar, seperti cungkup di tempat pemakaman. Bukanya malam dan lampunya remang-remang. Jadi suasanya magis, tapi ngangeni, punya daya pikat luar biasa.
Pelanggan yang mau menikmati lezatnya sate klatak Pak Bari, harus masuk pasar malam-malam, dengan menunduk-nunduk agar kepalanya tidak terbentur atap los pasar tradisional yang tingginya hanya setinggi manusia. Namun suasana seperti itu, justru membuat pembeli dari Jakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota lainnya merasa terkesan.
Kini Pak Bari tetap jualan sate kambing di Pasar Jejeran, tetapi agak geser ke selatan. Meski suasananya tidak semagis yang dulu, tetapi rasa, pelayanan, dan keakraban masih terasa saat berkunjung dan menikmati racikan sate klataknya.
Sate klatak khas Jogja, memiliki rasa original daging kambing. Karena tidak dibumbui, hanya diberi garam, terus dipanggang. Tusukannya tidak pakai bambu, tetapi pakai ruji sepeda. Penyajiannya disertai dengan kuah gulai.
Untuk rasa, sate klatak buatan Pak Bari memang beda dengan lainnya. Perbedaan rasa itu disebabkan dari berbagai hal, antara lain kualitas dagingnya, cara memotong daging, alat tusuknya, dan perapiannya untuk memanggang.
Daging kambingnya fresh atau baru dipotong, kambingnya tidak tua. Kemudian cara memotongnya dengan memangkas serat daging atau tidak mengikuti serat daging. Alat tusuknya tidak memakai bambu, tetapi pakai ruji sepeda. Dengan ruji sepeda yang terbuat dari besi, maka panasnya sampai ke dalam. Jadi dagingnya lebih empuk, karena matangnya merata. Perapiannya dengan arang.
Menunya selain sate klatak, juga banyak pilihan. Menu yang ditawarkan, antara lain sate bumbu, sate goreng, tongseng daging, tongseng kepala, kicik daging, kicik tengkleng, kicik kepala, nasi goreng, dan gulai jeroan. Harganya rata-rata Rp 24.000 per porsi. Untuk tongseng dan kicik kepala harganya Rp 50 per porsi. Sedangkan minuman khasnya tersedia teh nasgitel dan jeruk panas.
Pak Bari merupakan salah satu pioner menu sate klatak di Yogyakarta. Kini sepanjang Jalan Imogiri Timur menjadi sentra penjualan sate kambing di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada puluhan penjual sate kambing di sepanjang jalan, mulai dari perempatan Giwangan sampai Pasar Imogiri. Salah satu menu khas di daerah ini adalah sate klatak.
Jika berwisata ke Yogyakarta, khususnya bagi yang hobi kuliner, jangan lewatkan menikmati sate klatak di Jalan Imogiri Timur. Tetapi jika ingin menikmati suasana malam yang penuh keakraban khas Jogja, maka datanglah malam-malam ke Pasar Jejeran Wonokromo. Temui Pak Bari. Nikmati lezatnya sate klatak dan suasana malam di tengah pasar perdesaan Jogja, sambil berbincang tentang kehidupan. (Ono Jogja)