Mangut Lele Mbok Marto termasuk salah satu kuliner legendaris di Yogyakarta. Para pecinta kuliner akan menemukan sensasi unik jika ingin menikmati menu khas Ngayogyakarto Hadiningrat ini.
Pembeli dipersilahkan masuk ke dapur, melihat langsung cara memasaknya, merasakan panasnya api dan pedasnya asap, serta pemandangan dapur masyarakat Jawa tempo dulu. Keunikan ini yang menjadi sensasi Dapur Legend Mbok Marto.
Mangut lele Mbok Marto di Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sangat terkenal. Pembelinya tidak hanya dari Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi juga dari Jakarta, Singapura, Malaysia, Jepang, Belanda, Korea, dan Cekoslovakia.
“Kemarin ada rombongan dari Cekoslowakia berjumlah 24 orang. Mereka senang karena unik,” ujar Poniman, anak kelima Mbok Marto Inoyo di Dapur Legend Mbok Marto Jalan Sewon Indah, Sewon, Bantul, Senin 4 November 2024.
Unik, karena pembeli langsung ke dapur tempat masak dan memilih sendiri makanannya. Cara masaknya dengan tungku berbahan bakar kayu. Hasil masaknya, seperti mangut lele, mangut kepala manyung, mangut ikan pari, opor ayam kampung, baceman gemak, jeroan sapi, oseng mercon, dan berbagai sate, ditempatkan di lincak yang ada di dapur.
“Pembeli hanya bayar lauk saja. Untuk sayur dan nasi free alias gratis,” kata cucu Mbok Marto yang melayani pembeli memilih lauknya. Sayurnya terdiri dari krecek, tahu tempe, oseng daun papaya, dan lalapan.
Kenapa mangut lele Mbok Marto laris manis? Apa resepnya? Soal resep, Poniman menjelaskan tidak ada resep rahasia di Mangut Lele Mbok Marto. Namun kuncinya pada proses pengasapan yang memakai sabut kelapa selama satu setengah jam. “Kuncinya dipengasapan dengan sabut kelapa,” tegas Poniman.
Pengasapannya sengaja tidak pakai arang, karena jika pakai arang, minyak di ikan lele tidak keluar. Selain itu aroma asapnya juga tidak terasa. “Jika pakai sabut kelapa, keluar minyak ikannya dan asapnya terasa,” ujar Poniman sambil menunjuk asap yang membumbung tinggi dari tungku pengasapan.
Kenapa mangut lelenya laris dan digemari masyarakat dari berbagai daerah? Selain rasa dan keikhlasan berjualan, juga konsistensi simbah dalam menekuni usaha mangut lele. Mbok Marto menjalani usahanya sejak tahun 1969. Saat itu Mbok Marto menjual mangut lelenya dengan digendong dari rumahnya ke Kraton Yogyakarta, kemudian balik lagi ke Sewon.
Kemudian baru tahun 1983, Mbok Marto jualannya menetap di depan ISI Jalan Parangtritis. Saat jualan keliling dan menetap di depan ISI, langganannya cukup banyak. Karena tempat jualannya dengan rumah tidak begitu jauh, pada akhir 1983, Mbok Marto memutuskan jualan di rumah.
“Marketingnya alami. Cara masaknya juga alami dan menjualnya juga alami, serta jujur,” tegas Poniman. Waktu mau membayar di kasir, pembeli menyampaikan sendiri apa saja yang dimakan dan jumlahnya berapa. Kemudian kasir menghitung apa yang disampaikan pembeli.
Satu porsi nasi dengan satu mangut lele dan sayuran harganya Rp 30.000. Jika tambah satu lele harganya jadi Rp 45.000. Sedangkan mangut kepala manyung harganya Rp 50.000. Tambah nasi dan sayur, tidak bayar, gratis.
Meski sudah 55 tahun, dapur Mbok Marto tetap tidak berubah. Posisi tungku masak, tumpukan kayu, amben, dan kepulan asap tetap sama. Sedangkan cara masak dan penyajian mangut lelenya juga sama. Makanya sekarang anak-anak dan cucu-cucunya tetap mempertahankan cara melayani pembeli juga sama seperti yang Mbok Marto lakukan tempo dulu.
Pembeli dipersilahkan masuk ke dapur dan memilih makanan yang diinginkan. Pembeli melihat langsung proses memasaknya, merasakan panasnya api dan pedasnya asap, serta pemandangan dapur masyarakat Jawa tempo dulu. Keunikan ini yang menjadi sensasi Dapur Legend Mbok Marto. (*)