BUDIDAYA cacing sutra memiliki prospek ekonomi yang cerah. Pembudidayaannya mudah, tetapi hasilnya melimpah.
Pembudidaya cacing sutra, Mbah Joyo, mengemukakan ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh petani cacing. Ketiga hal tersebut meliputi tanah, air, dan kotoran hewan (kohe) atau pakan cacing sutra.
“Upayakan tanahnya jangan terlalu banyak residu. Tanah yang tidak banyak residu itu lumer atau lembut,” ujar Mbak Joyo kepada Wiradesa.co, Kamis 5 September 2024.
Mbah Joyo membudidayakan cacing sutra di Padukuhan Salakmalang, Kalurahan Banjarharjo, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada empat petak yang dipakai untuk budidaya cacing sutra.
Selain tanahnya tidak banyak residu, airnya juga harus mengalir. Jika airnya tidak mengalir, maka hasil cacing sutranya tidak maksimal.
Selanjutnya pakan yang disukai cacing sutra itu kohe puyuh. Jika kohe puyuh ditebar pagi, maka sorenya cacing sutra bisa dipanen. Kalau tebar kohenya sore, maka panennya di pagi hari.
“Setiap hari, kami bisa memanen lima liter cacing sutra,” ungkap Mbah Joyo. Harga cacing sutra Rp 35.000 per liter. Sehingga setiap hari, Mbah Joyo mendapatkan masukan dari cacing sutra Rp 175.000.
Cacing sutra untuk pakan ikan hias, ikan lele, dan ikan gurami. “Ikan lele dan gurami itu diberi pakan cacing sutra saat usia awal. Jadi masih menjadi bibit,” jelas Mbah Joyo.
Sedangkan pembelinya datang dari Sleman, Yogyakarta, Magelang, Wonosari, Kulonprogo, Purworejo, dan Cilacap. Permintaan pasar belum bisa dipenuhi dari pembudidaya cacing sutra di wilayah Banjarharjo Kalibawang.
Pendapatan Mbah Joyo tidak hanya dari penjualan cacing sutra, tetapi juga dari usaha indukan lele dan indukan gurami. Selain itu juga berbagai olahan makanan dan minuman.
Sehingga usaha budidaya cacing sutra, bisa dijalankan dengan usaha lain. Karena jika tanahnya sudah gembur, airnya mengalir, dan pakan kohe puyuh sudah tersedia, tinggal tebar kohe pagi, sore panen. Jika tebar kohe sore, maka pagi panen. (Ono)