GUNUNGKIDUL – Bertani di lahan dengan luasan terbatas tapi mampu menghasilkan beberapa macam sayuran bukanlah hal yang mustahil direalisasikan. Dengan model pertanian terpadu, petak-petak tanaman sayuran dapat dikombinasikan dengan kandang ternak, kolam ikan, penanaman media aquaponik maupun hidroponik, bahkan sawah mini dan ternak belut.
Pemilik Studio Tani Kalisuci Tri Madi Wiyono menerapkan sistem pertanian terpadu memanfaatkan lahan tandus di sekitar rumahnya di Tambakrejo RT 01 RW 43 Kalurahan Semanu, Kapanewon Semanu, Gunungkidul. Lahan tandus diolah sedemikian rupa, dengan sedikit rekayasa sehingga air tak mudah habis terserap.
“Tingkat porositas tanah tinggi, sehingga yang harus dipikirkan bagaimana agar tanah bisa menahan air selama mungkin,” kata sosok yang akrab disapa Wiyono kepada wiradesa.co yang berkunjung ke kediamannya, Senin 1 Mei 2023 petang.
Penggunaan pupuk organik kotoran hewan dipilih Wiyono. Selain kotoran hewan, pupuk organik bersumber dari dedaunan. Dengan pupuk organik, tanaman sayuran Wiyono di atas lahan seluas 800 meter persegi tumbuh subur. Panen timun baru saja dia nikmati hari itu. Selain timun, ia biasa panen selada, kacang panjang, terong, kangkung, buncis, lombok dan lainnya. Ia juga punya miniatur sawah yang dinamai sawah Idilut. Idilut artinya sawah saat panen satu petak menghasilkan tiga budidaya: ikan nila, padi dan belut.
“Sawah Idilut itu, satu petak sawah, di sini ukuran 5 kali 10, berada di halaman rumah, bukan di hamparan persawahan. Meski begitu, saat panen menghasilkan padi, ikan nila dan belut,” ujarnya.
Guna menopang kebutuhan pupuk organik, Wiyono memelihara tiga ekor kambing, 15 ayam petelur dan 10 ekor ayam kampung. Dia punya formulasi pupuk organik sendiri yang dirasa pas sesuai kebutuhan nutrisi tanaman di kebunnya. “Tempat ini dan praktik pertanian yang dikembangkan merupakan solusi pertanian pada lahan kering,” imbuhnya.
Ia mencontohkan, untuk menahan air agar tak cepat hilang dari tanah ia memakai pelapis plastik UV di atas bebatuan. Kandungan tanah di atas batuan berlapis plastik UV setinggi 30-40 cm. Wiyono juga memanfaatkan atap plastik UV pada kebun dengan tanaman yang tak terlalu tahan dengan curah hujan tinggi macam brokoli, selada, sawi.
Dengan konsep yang dilakukannya, Wiyono bisa memanen hasil kebun dan kandang dengan pola harian pagi, panen telur bebek. Siang bisa mengambil telur ayam. Hasil mingguan dari produksi telur asin, bulanan panen sayuran, tiga bulanan dapat padi, lele, empat bulanan dari penggemukan kambing, lima bulanan madu dari koloni lebah lanceng dan lebah avis cerana. “Pupuk tidak beli. Untuk pakan ikan bisa dari sisa nasi, limbah sayuran,” terangnya.
Sejak 2017, tak terhitung kunjungan tamu ke Studio Tani Kalisuci. Para tamu misalnya datang dari Bali, Kalimantan, Mentawai. Mereka datang berkunjung bahkan kunjungan berlangsung hingga satu bulan guna mempelajari model pertanian yang dikembangkan Wiyono di pekarangan rumahnya. Selain di sekitar rumah, Wiyono mengembangkan jejaring dengan peternak, pelaku usaha kerajinan, pelaku pertanian organik dan para pelaku usaha perikanan di DIY.
“Dari berjejaring, bisa mendapatkan manfaat. Sehabis belajar bertani di Studio Tani Kalisuci, tak sedikit para tamu minta ketemu perajin, peternak, datang ke kolam ikan. Di situ biasanya mendalami juga soal pemanfaatan lahan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan mandiri,” tukasnya.
Dengan kelengkapan kebun, suasana pedesaan yang khas dan tempat yang nyaman, Studio Tani Kalisuci, bakal menjadi lokasi penyelenggaraan Sekolah Jurnalisme Desa #3 bagi para pemuda Gunungkidul. Pelaksanaan Sabtu dan Minggu 27-28 Mei 2023. Pada acara yang didukung PT Semen Indonesia ini, pemilik Studio Tani Kalisuci Tri Madi Wiyono akan tampil sebagai salah satu narasumber.
Ia akan mengupas tuntas seputar pertanian organik yang diterapkan. Bagaimana kiat memanfaatkan lahan pekarangan untuk bertani dan mencapai kemandirian pangan, serta bagaimana rekayasa bertani di lahan kering dan tandus. (Sukron Makmun)