KULONPROGO – Grup Jathilan Turonggo Katon Padukuhan Karangwetan Kalurahan Salamrejo Sentolo merupakan grup jathilan yang tumbuh sejak lama.
Bahkan telah ada sejak masa menjelang kemerdekaan RI. Dirunut dari cerita lisan, embrio Turonggo Katon didirikan oleh Mbah Jogo, seorang pawang kuda lumping yang dikenal mumpuni pada masanya. Mbah Jogo tinggal di Padukuhan Karangwetan Kalurahan Salamrejo Sentolo.
“Pada masa penjajahan Belanda, Jathilan yang dipimpin Mbah Jogo termasuk yang dihentikan kegiatannya dan baru muncul kembali setelah merdeka. Makanya disebut Turonggo Katon. Katon artinya muncul kembali,” terang Tusiyo, tokoh sepuh warga Padukuhan Dhisil yang mengetahui perkembangan grup Jathilan Turonggo Katon.
Kepada Wiradesa.co, Tusiyo menceritakan, sejak muncul kembali setelah RI merdeka, Grup Jathilan Turonggo Katon eksis melakukan berbagai pementasan jathilan di berbagai tempat di samping pentas rutin di sekitar Padukuhan Karangwetan.
“Pentas dalam berbagai event seperti Suran di Sendang Klampok. Juga seingat saya pernah diundang pentas di Jawa Barat,” imbuh Tusiyo, Selasa 8 Agustus 2023.
Jathilan Turonggo Katon terus bersinar hingga tahun 1975 dan kemudian mulai meredup dan mandek tak pernah lagi pentas. Grup Jathilan Turonggo Katon bangkit kedua kalinya pada era 1990 sampai 2000 lalu kembali redup.
Di 2023 bertepatan dengan digelarnya Merti Padukuhan, grup Jathilan Turonggo Katon mulai dihidupkan kembali oleh para pemuda disengkuyung para tokoh setempat.
Ikko Ardiyanto salah satu pengurus Grup Jathilan Turonggo Katon mengatakan, setelah mengisi Merti Padukuhan beberapa waktu lalu, Grup Turonggo Katon generasi ketiga bakal tampil kembali mewakili Kalurahan Salamrejo pada Gelar Potensi Rintisan Kalurahan Budaya 2023 Kategori Berkembang yang diselenggarakan di Auditorium Taman Budaya Kulonprogo (TBK) Rabu 9 Agustus 2023.
“Kami mencoba bangkit mengusung semangat sesuai zaman: Katon diartikan sebagai (K)reatif, (A)ktif, (T)ertib, (O)rganizer, dan (N)asionalis,” ujar Ikko.
Dalam penampilannya, jathilan Turonggo Katon menyajikan seni jathilan klasik (jathilan wolu). Menampilkan karakter tokoh Penthul, Bejer, Cepet dan Gople serta dua barongan dan delapan prajurit berkuda serta satu pawang. Sementara sebagai pengiring diisi tiga pemain angklung, seorang pengendang, satu pemain kecrek, dan dua pemain bende.
Yang unik, meski tidak lagi aktif sejak tahun 2000-an, dan baru aktif lagi pada 2023, delapan jaran kepang atau kuda lumping peninggalan masa lalu masih terawat dan bisa dipakai saat ini. Peninggalan lain yang masih dipertahankan untuk dipakai yakni alat kendang, juga topeng Cepet dan Gople beserta perlengkapan pakaian.
“Untuk kuda lumping dilakukan pengecatan ulang sementara kendang diganti kulitnya,” pungkas Ikko. (Sukron)