SLEMAN – Sebanyak 30 mahasiswa Program Studi Informatika Fakultas Teknik Universitas Wiraraja Madura melaksanakan Studi Tiru ke Kalurahan Sambirejo Prambanan, Sleman, Senin 11 Desember 2023.
Kaprodi Informatika Arda Gusema Susilowati M.Kom mengatakan tujuan kegiatan studi tiru, mahasiswa ingin belajar banyak dari Kalurahan Sambirejo. Seperti yang diketahui bahwa Sambirejo merupakan salah satu kalurahan di Yogyakarta yang mengimplementasikan teknologi digital.
“Selama ini, mahasiswa di bangku kuliah belajar teori. Sementara di sini mahasiswa ingin belajar cara mengimplementasikannya. Para mahasiswa ini merupakan kader bangsa yang punya semangat membawa inovasi dan bisa membangun desa digital di Sumenep,” ujar Arda Gusema Susilowati.
Dalam kesempatan kunjungan tersebut para mahasiswa mendapat materi tentang Pokdarwis dan digitalisasi desa.
Ketua Pokdarwis Tlatar Seneng Kalurahan Sambirejo Mujimin menyampaikan materi seputar kepariwisataan. Sebelum kondang dengan wisata Tebing Breksi, zaman dulu masyarakat Sambirejo terbilang sebagai kaum marginal. Wilayah kalurahan dengan luas 839 hektar termasuk daerah kering. Tidak setiap saat lahan pertanian bisa tumbuh subur.
“Kami di wilayah Sambirejo tak setiap saat bisa tanam. Karena lahannya merupakan lahan sawah tadah hujan. Perkebunan juga tidak mungkin. Ditanami jati belanda 10 tahun tak berkembang. Bicara perikanan juga sulit,” ujar Mujimin yang akrab disapa Pak Je.
Menurut Pak Je, warga Sambirejo pada zaman dulu yang berpikir kreatif dan ingin berkembang maju mengambil langkah urbanisasi bahkan pergi transmigrasi. “Yang berangkat urbanisasi banyak yang akhirnya tak pulang dan menetap di perantauan,” kata Pak Je.
Permasalahan air bersih menjadi persoalan yang melekat pada masyarakat Sambirejo. Sebagai wilayah susah air, Pak Je menggambarkan wilayahnya sebagai kawasan batu yang bertanah bukan tanah berbatu.
Selain bertani marginal mata pencaharian warga sebagian sebagai penambang galian c batu apung untuk pasar material bangunan hingga kerajinan. Penambangan di wilayah Sambirejo secara masif mulai 1980. Sampai kemudian aktivitas penambangan menarik perhatian berbagai kalangan termasuk akademisi, pakar geologi hingga badan geologi. Setelah melalui penelitian mendalam ternyata batu yang ditambang merupakan endapan abu vulkanik formasi Gunung Semilir di DIY.
“Ada letusan gunung super vulkano yang besar pada 20 juta tahun lampau. Ketebalan batu ratusan meter di Kawasan Tebing Breksi merupakan kawasan abu vulkanik purba,” imbuhnya.
Karena penelitian menyebutkan kawasan penambangan termasuk heritage maka aktivitas penambangan harus dihentikan. Alternatifnya kawasan penambangan akan dikembangkan sebagai destinasi penilitian, pendidikan dan wisata umum. “Pengembangan kawasan Tebing Breksi sekarang berkembang sebagai destinasi wisata umum,” tutur Pak Je.
Pada perjalanan berikutnya seiring hadirnya kunjungan ke wisata Tebing Breksi perlahan-lahan mengangkat kesejahteraan masyarakat Sambirejo. “Ratusan orang kini menggantungkan hidup secara langsung dengan adanya destinasi wisata Tebing Breksi. Dari pedagang, fotografer, homestay, jeep wisata. Wisata Tebing Breksi di launching 30 Mei 2015. Potensi wisata Tebing Breksi juga akhirnya meningkatkan pendapatan asli desa (PAD) Sambirejo. Dulu 2014 PAD kami hanya Rp 10 juta pertahun. Saat sebelum pandemi sudah mencapai Rp 1,2 miliar setahun,” paparnya. (Sukron/Ilyasi)