SLEMAN-Kekeringan akibat kemarau panjang berdampak pada sektor pertanian. Area persawahan di pegunungan mengering dan tak bisa digarap. Di Padukuhan Gedang Sambirejo Prambanan Sleman, yang masuk kategori lahan sawah tadah hujan, tanah sawah mengering dan nglungka.
“Sumber air, seperti tuk dan belik, sumur di sawah semua asat. Tidak mengeluarkan air. Air untuk pertanian satu-satunya sumber dari air hujan. Jadinya lahan sawah saat ini tak bisa produksi padi,” ungkap Carik Sambirejo Mujimin, Minggu 8 Oktober 2023
Pak Je, sapaan akrab Mujimin, menuturkan, kekeringan yang berdampak pada sektor pertanian di wilayahnya memang bukan kali pertama dialami namun menjadi persoalan turun-temurun sejak dulu.
“Di sini sekarang kebutuhan air bersih untuk rumah tangga sudah tertolong jaringan PDAM. Dulu sebelum ada jaringan pipa air ke rumah warga kalau kering seperti ini mengandalkan droping air bersih buat keperluan minum masak. Kalau buat ternak ambil dari tuk disalurkan pakai pipa dan selang,” imbuhnya.
Tak hanya sawah, sejauh mata memandang di lereng perbukitan tandus, daun-daun jati, sono keling dan mlanding tampak mengering akibat kemarau panjang.
“Aktivitas pertanian saat ini hanya nglungka. Petani yang sempat menggarap, akan mendandang lahan kering. Tanah tanah lungka diangkat. Biar saat hujan pertama turun, air langsung meresap masuk dan tanah mudah lunak untuk diolah. Setelah curah hujan makin banyak baru dicangkul dirata, disebar bibit padi dan seterusnya. Dalam setahun petani hanya dua panen,” jelasnya.
Varietas padi yang banyak ditanam padi Ciherang. Jika zaman dahulu petani menggarap lahan sawah tanah hujan dengan wluku dan garu kini cukup ditraktor pakai traktor milik kelompok tani. Perawatan dan pemupukan seperti pada umumnya. Tapi menurut pengamatan Pak Je, hasil panen padi zaman dulu dirasa lebih melimpah. Mungkin karena lapisan tanah pada zaman dulu masih lebih subur ketimbang sekarang. (Sukron)