SLEMAN-Pemerintah Kalurahan Condongcatur bekerjasama dengan Fakultas Biologi UGM melaksanakan sosialisasi pengelolaan sampah organik.
Ulu-Ulu Condongcatur, Murgiyanta SE mewakili lurah menyampaikan, sosialisasi sosialisasi pengelolaan sampah organik mengundang 33 Kelompok Pengelola Sampah Mandiri (KPSM) yang ada di Kalurahan Condongcatur dan tersebar di padukuhan, 18 Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ada di Condongcatur dan 6 orang perwakilan dari pihak ketiga sebagai pengambil sampah rumah tangga.
“Sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan solusi terutama kepada masyarakat melalui kelompok KPSM dan KWT yang ada Kalurahan Condongcatur untuk membantu permasalahan sampah organik melalui sosialisasi baik secara individu atau melalui pertemuan yang ada,” kata Murgiyanta.
Murgiyanta berharap ada sinergi antara KPSM dan KWT untuk mewujudkan penanganan sampah organik. Pada kesempatam tersebut pertama kalinya mempertemukan dua kelompok KPSM dan KWT bertemu dalam satu acara.
Ketua Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM) Condongcatur Resik, Ani Sumiarti, S.Pt menjelaskan sosialisasi terselenggara atas kerjasama antara Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM) Condongcatur Resik, Tim Satgas Sampah Fakultas Biologi UGM dan Pemerintah Kalurahan Condongcatur. Kegiatan dilakukan mengingat sampah DIY pada saat ini, terutama wilayah Kabupaten Sleman terkena dampak penutupan TPA Piyungan. Sehingga berbagai usaha untuk mengelola sampah organik secara mandiri oleh kelompok masyarakat kini dilakukan.
Ketua Satgas Sampah Fakultas Biologi UGM, Soenarwan Herry Poerwanto, S.Si, M.Kes. selaku dosen Fakultas Biologi UGM dalam paparannya menyampaikan, sampah ada beberapa macam dan dibedakan menjadi 4. Yakni sampah organik, sampah anorganik, sampah residu dan Sampah B3.
“Sampah anorganik dari masyarakat oleh pemerintah tertangani dengan adanya bank sampah, sedekah sampah dan tempat pemrosesan sampah berbasis 3 R (TPS 3R). Sampah residu dari masyarakat oleh pemerintah tertangani melalui tempat pemrosesan sampah terpadu (TPST), sampah B3 dihasilkan oleh pemerintah tertangani oleh pihak swasta yang ditunjuk oleh pemerintah,” jelas Soenarwan.
Ditambahkan Soenarwan, sampah organik dari masyarakat yang jumlahnya hampir 60 % – 70 % dari total sampah yang ada, diharapkan dapat diselesaikan dari sumbernya oleh masyarakat sendiri. Caranya dengan dibuat pupuk. Yang pertama dilakukan adalah mengenali sampah yang ada di rumah masing-masing dengan mulai memilah sampah.
Drs. Hari Purwanto, M.P., Ph.D. dari Satgas Sampah Fakultas Biologi UGM menjelaskan metode 3 R yaitu reduce, reuse dan recycle melalui beberapa contoh sederhana yang bisa dilakukan.
“Beberapa metode pengelolaan sampah organik antara lain menggunakan komposter, ember tumpuk, loseda, biopori, eco enzym dan metode dengan menggunakan maggot,” tutur Hari.
Usai pemaparan materi, peserta sosialisasi melakukan praktik pengelolaan sampah organik dengan metode fermentasi menggunakan probiotik bio 2023 yang diproduksi oleh Fakultas Biologi UGM. Kelebihannya kandungan mikrobia lebih banyak sehingga mempercepat waktu pematangan pupuk kompos. Harapannya setiap peserta nanti mempraktikkan di kelompoknya masing-masing dan hasilnya dilaporkan kepada tim satgas sampah sebagai upaya monitoring pelaksanaan sosialisasi melalui sampel di 4 KPSM yang ditunjuk. (*)