BAGI Agus Mulyadi, kunci dalam mempertahankan pernikahan adalah seni berkompromi. Hal ini sama sekali berbeda dengan teori yang sering terdengar bahwa kunci menikah adalah saling menyempurnakan.
Selama menjalani pernikahannya dengan Kalis Mardiasih seorang aktivis perempuan, Agus editor Mojok, sadar untuk bisa terus mempertahankan pernikahannya hanya perlu berkompromi untuk saling memahami dan tidak perlu berusaha menyempurnakan satu sama lain.
Menyempurnakan satu sama lain bagi Agus adalah hal yang tidak realistis. Sebab manusia selalu punya celah dan bisa jadi kekurangan. Itulah yang membuat manusia tidak bisa saling menutupi celah satu sama lain.
“Saya punya celah, kalis juga. Perbedaan itu akan selalu ada, tapi bagaimana seni kita berkompromi untuk saling memahami satu sama lain” ujar Agus dalam rangkaian acara diskusi Jogja Book Fair bertajuk Panduan Mempersiapkan Pernikahan, Kamis 12 September 2024.
Kalis membeberkan bahwa keduanya berasal dari latar belakang yang amat berbeda. Perbedaan itu pun seringkali menimbulkan konflik jika mereka tidak berhasil mengkomunikasikannya dengan tepat. Agus mengibaratkan permasalahan dalam pernikahan itu seperti kaca bening, keberadaannya tidak akan diketahui sebelum kita menabrak kaca tersebut.
“Masalah dalam pernikahan itu sama seperti kaca bening, kita tidak pernah tahu masalah (dalam pernikahan) itu ada sebelum kita benar-benar mengalaminya,” jelas Agus.
Tentu dalam kehidupan pernikahan, Agus dan Kalis sadar bahwa akan selalu ada masalah yang harus mereka hadapi. Terlebih adanya perbedaan latar belakang yang mereka miliki berpotensi menimbulkan konflik. Namun, dengan seni berkompromi, Agus dan Kalis selalu bisa menemukan jalan tengah untuk memutus potensi konflik juga menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan pernikahan mereka. “Cinta itu hak bagi semua orang, tapi menikah adalah hak bagi semua yang mau bertanggung jawab” pungkas Agus. (Asy Syifa Salsabila)