JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia selayaknya menolak permohonan uji materi Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Karena pemohon judicial review itu tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945.
Pada Senin, 11 Oktober 2021, telah dilangsungkan Persidangan Pleno Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) dalam perkara dengan Nomor 38/PUU-XIX/2021, perihal Pengujian Materiil UU 40/1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Adapun pasal-pasal dalam UU 40/1999 tentang Pers yang diuji-materikan Pasal 15 ayat (2) huruf “Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan”. Kemudian Pasal 15 ayat (3): “Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
Permohonan Judicial Review UU 40/1999 tentang Pers ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021.
Adapun permohonan Para Pemohon dalam Petitumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU 40/1999 tentang Pers bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pada persidangan 11 Oktober 2021 tersebut, telah disampaikan dan dibacakan keterangan dari Pemeritah selaku salah satu Termohon yang diwakili oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hadir juga Dewan Pers selaku Pihak Terkait, dan para perwakilan konstituen Dewan Pers.
Terhadap Keterangan Pemerintah selaku salah satu Termohon, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi, Usman Kansong, Dewan Pers melalui pers release-nya menyampaikan penjelasan sebagai berikut:
Pertama, Pemerintah melalui keterangan resminya pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, dengan komitmen yang kuat dan tegas, mengakui keberadaan Dewan Pers yang lahir melalui mandat dan amanat UU 40/1999 tentang Pers hingga saat ini, yang telah melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana diamanatkan Pasal 15 UU 40/1999.
Pemerintah dalam Keterangannya tegas menyampaikan bahwa: Para Pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak-tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers. Para Pemohon Judicial Review tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945. Dalil Para Pemohon dalam Permohonan Judicial Review tidak jelas (obscuur libel).
Selanjutnya, implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f UU 40/1999 tentang Pers, berkenaan dengan peraturan-peraturan yang disusun oleh organisasi-organisasi pers diterbitkan dalam bentuk Peraturan Dewan Pers. Hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan bidang pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers, sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan bahkan justru bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat.
Kemudian Surat Ketua Dewan Pers yang ditujukan kepada pejabat institusi pemerintahan termasuk Menteri Kominfo dan para pimpinan perusahaan, yaitu Surat Nomor: 339/DP/K/IV/2021 perihal penyampaian legitimasi Dewan Pers terkait adanya kegiatan plagiarisme dan penyemu (imposter) yang dilakukan oleh pihak lain secara tidak sah terhadap penamaan dan fungsi Dewan Pers tertanggal 28 April 2021 mengartikan nampak nyata adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers yang hanya 1 (satu) entitas ini oleh pihak-pihak tertentu yang juga menginginkan berperan seperti Dewan Pers.
Bahwa dalam Pasal 15 ayat (1) UU PERS 40/1999 telah jelas memberikan nomenklatur “Dewan Pers” dan tidak ada nomenklatur-nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers, sehingga apabila para Pemohon mendalilkan “organisasinya” bernama “Dewan Pers Indonesia” maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.
Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia (“organisasi” atau “forum” dimana Para Pemohon menjadi anggotanya) tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden, dan tidak ditanggapinya permohonan penetapan Anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai hukum yang berlaku. Dengan demikian Organisasi dan/atau forum yang menamakan dirinya Dewan Pers Indonesia bukanlah Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU 40/1999 tentang Pers.
Pasal 15 ayat (5) UU 40/1999 yang merujuk Pasal 15 ayat (3) UU 40/1999, perihal pelaksanaan pemilihan Anggota Dewan Pers oleh insan pers, sesunggguhnya normanya telah mencerminkan suatu tindakan yang demokratis pada masing-masing organisasi sesuai lingkup kewenangannya. Dan Presiden bukanlah orang yang menentukan terpilih atau tidaknya seseorang menjadi Anggota Dewan Pers karena Anggota Dewan Pers telah dipilih oleh masing-masing organisasi yang menaungi setiap unsur dalam Pasal 15 ayat (3) UU 40/1999 tentang Pers.
Pemerintah berpendapat Para Pemohon dalam permohonan judicial review ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu (vide Putusan Nomor: 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007).
Ketua Dewan Pers M. Nuh menjelaskan Dewan Pers menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh insan pers termasuk konstituen Dewan Pers dan seluruh elemen masyarakat lainnya yang telah bersama-sama mengawal kemerdekaan pers dengan memberikan perhatian terhadap perkara permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Dewan Pers menegaskan, tetap dan selalu berkomitmen melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat UU 40/1999 tentang Pers dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional serta bersama-sama konstituen Dewan Pers dan masyarakat sipil lainnya menjaga dan melawan adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers dan UU 40/1999 dari pihak manapun.
Dewan Pers menegaskan bahwa berbagai peraturan-peraturan pers dibuat dan disusun oleh para konstituen yang difasilitasi oleh Dewan Pers, secara keseluruhan memberikan pedoman dan standar yang diikuti oleh organisasi pers baik organisasi wartawan maupun organisasai perusahaan pers.
Dewan Pers mengimbau masyarakat insan pers dan elemen masyarakat lainnya agar tidak terpengaruh dan terprovokasi dengan adanya upaya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mediskreditkan Dewan Pers melalui segala cara dan segala saluran informasi apapun. Karena itu diharapkan selalu menguji dan memverifikasi informasi tersebut kepada Dewan Pers dan perwakilan Konstituen Dewan Pers.
Dewan Pers mengajak semua insan pers tetap menjaga Pers Indonesia sebagai salah satu pilar demokrasi, menjaga dan melawan terhadap upaya-upaya pelemahan kemerdekaan pers yang profesional dan bertanggungjawab yang terus menerus disempurnakan. (*)