BANTUL – Pesantren Lintang Songo di Pagergunung, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Daerah Iistimewa Yogyakarta, mengajarkan tentang kejujuran, kemandirian, dan kepedulian terhadap sesama kepada para santrinya. Cara mendidiknya dengan contoh dan doa, tanpa ada hukuman.
Para pengasuh, pembimbing, dan ustadz ustadzahnya sudah memahami dan melaksanakan nilai-nilai kejujuran, kemandirian, dan kepedulian dalam kehidupannya. Karena jika tidak melaksanakan nilai-nilai tersebut, maka akan sulit untuk memberi contoh.
“Kejujuran, kemandirian, dan kepedulian itu menjadi proposisi nilai yang ditawarkan Lintang Songo kepada masyarakat,” ujar KH. Heri Kuswanto, Pendiri Pondok Pesantren Lintang Songo, Sabtu 18 Februari 2023.
Dengan santri yang beragam latarbelakangnya, maka akan sulit membimbingnya jika hanya diajarkan tentang sholat, tadarus, dan ngaji saja. Mereka harus disembuhkan persoalan psikisnya, depresinya, stresnya, depresinya, dan kecemasannya. Kemudian diberi bekal keterampilan, agar mampu hidup mandiri.
Kisah Santri
Kisah-kisah santri yang mondok di Lintang Songo menarik untuk dicermati dan dicarikan jalan keluarnya. Ada santri pengembara asal Palembang usia 51 tahun. Dia berkelana, tidak jelas tujuannya. Akhirnya mengalami gangguan kecemasan, gangguan mood, fobia sosial dan kondisi lainnya yang dapat mengganggu kesehatan mentalnya.
“Setelah mondok di Lintang Songo, kami ajarkan kepadanya untuk menerima dan menikmati setiap peristiwa kehidupan. Melakukan kegiatan yang disukai. Melakukan hal baru yang dapat memberikan dampak positif. Jangan mencemaskan sesuatu yang belum terjadi secara berlebihan dan berusaha menjadi yang terbaik,” papar Kyai Heri.
Kemudian ada santri kelas 1 SD asal Demak. Dia anak dari keluarga yang broken home, ngeyel, bandel, dan koplak. Akibat orangtua sering bertengkar, cerai, dan berebut anak atau tidak mau mengasuh anak, membuat anak menjadi bingung. Akhirnya malah tidak terurus.
Anak gini biasanya, menurut Kyai Heri, lebih mudah sakit, mengalami keluhan fisik, merasa bersalah, menarik diri dari lingkungan, mudah cemas. Anak merasa tidak aman, stres, depresi, dan cenderung menjadi individu yang agresif, serta cenderung melanggar hukum.
Santri anak dari keluarga brokenhome diajarkan untuk melupakan trauma pedihnya pertengkaran. “Kemudian memahami dan merasakan pondok ada kita-kita sebagai pengganti orangtua yang menghangatkan. Semoga Allah meridhoinya, Aamiin,” kata Kyai Heri.
Selanjutnya ada santri asal Cengkarang, anak jalanan, pindah kota mulai dari Jakarta sampai Malang. Dia pindah pesantren, pindah pekerjaan, dan sekarang di Lintang Songo berlatih istiqomah menjalankan ibadah (sholat, tadarus, ngaji). Berlatih bertani dan aneka pekerjaan serta belajar agar memiliki kejujuran, kemandirian, serta rasa peduli terhadap sesama. Melupakan pergaulan bebas, berhenti konsumsi alkohol serta penggunaan obat-obatan terlarang. (*)