Terlalu Asyik Main Gawai Bisa Sebabkan Anak Terlambat Bicara

dr Linawaty Jakobus MSc Sp A mengisi seminar kesehatan dan tumbuh kembang anak di Resto Ndalem Nampan. (Foto: Wiradesa)

KULONPROGO – Kebutuhan dasar tumbuh kembang anak harus dipahami orangtua. Banyak faktor yang mendukung anak untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal, antara lain nutrisi, stimulasi, proteksi, dan evaluasi.

Menurut dr Linawaty Jakobus MSc Sp A dalam Seminar Kesehatan Tumbuh Kembang Anak di Resto Ndalem Nampan, Galur, Kulonprogo, Sabtu 18 Februari 2023, banyak anak Indonesia yang mengonsumsi minuman manis termasuk susu kental manis. Padahal sebaiknya pemberian nutrisi pada anak diatur agar seimbang tak mementingkan selera lidah anak yang mungkin suka dengan minuman yang manis-manis.

Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) pun harus memenuhi gizi seimbang. Sering terjadi persepsi MPASI diartikan sebagai makanan pendamping ASI, padahal makanan padat yang utama. ASI adalah pendamping makanan. Hal ini disebabkan, seiring pertumbuhan, kalori yang dihasilkan ASI tidak cukup memenuhi kebutuhan kalori anak.

“Selain pemenuhan nutrisi dengan mengedepankan menu gizi seimbang, jam makan anak harus dibiasakan kapan jam makan utama dan selingan,” tutur Lina.

Ada lagi kebutuhan dasar dari tumbuh kembang yang harus diketahui, yaitu stimulasi. Seperti membiarkan anak makan sambil bermain HP akan berdampak anak tidak akan tahu kapan lapar dan kapan kenyang. Bisa saja lupa sudah makan atau belum. Kemungkinan lain, anak tidak tahu apa yang sedang dimakannya.

Baca Juga:  DPT Pemilu Serentak 2024 di Purbalingga Diprediksi Naik 50 Ribu Pemilih

“Jangan karena keasyikan menyuapi sambil anak main HP atau dengan melakukan aktivitas lain, yang penting anak mau makan. Nanti bisa berefek. Ajaklah anak makan di ruangan, dalam posisi duduk supaya bisa merasakan oh ini sedang makan sayur dan lainnya,” lanjut Lina.

Lina menekankan tentang penggunaan gawai pada anak. Dari hasil penelitian 40 persen bayi berusia tiga bulan dan 90 persen berusia 24 bulan terpapar screen media.

Beberapa efek screen time, antara lain mengalami gangguan tidur, kecanduan, hingga menyebabkan kerusakan mental. Pada anak yang kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitar karena hanya melihat gawai dapat menimbulkan seorang anak terlambat bicara.

Namun, Lina menambahkan, seorang anak jika dilihat umur harusnya sudah bisa berbicara, tapi seperti belum lancar, orangtua tak perlu khawatir sebab apabila anak masih bisa menguasai minimal enam kosa kata yang berbeda berarti belum mengalami keterlambatan bicara atau speech delay.

Hal itu diperkuat oleh penuturan Pri Hastuti, SP.d., S.SiT., M.Keb pemilik Resto Ndalem Nampan dan TPA Athahira. Hastuti mengungkapkan hasil penelitiannya tentang anak yang lahir pada masa pandemi kecenderungannya memiliki kekurangan kosa kata. Karena, pada masa itu akses interaksi tertutup.

Baca Juga:  Menguak Peran Filantropi dalam Pendanaan Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19

“Benar kata doker Lina bahwa dalam umur tertentu jika belum lancar berbicara bukan berarti speech delay. Hanya kekurangan kosa kata. Maka, orangtua harus lebih banyak memberikan stimulasi supaya anak lancar bebicara,” ungkap Hastuti.

Berikutnya, proteksi berupa pemberian vaksin juga menjadi kebutuhan dasar memahami tumbuh kembang anak. Selanjutnya, selalu mengamati grafik pertumbuhan anak melalui buku Kesehatan Ibu Anak (KIA) juga harus dilakukan sebagai upaya evaluasi jika terjadi penyimpangan tumbuh kembang. (Nur Rokhmi Hidayati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *