Petani Sayur Dipermainkan Harga Pasar Yang Tidak Menentu

Tanaman sayur warga tumbuh subur dan tidak gagal panen. (Foto: Wiradesa)

SEMARANG – Petani sayur di Desa Ngrawan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang merasa sedih dipermainkan harga pasar yang tidak menentu. Kestabilan harga sayur sangat diperlukan, agar petani nyaman saat menanam sayuran.

Desa Ngrawan terletak di Lereng Gunung Telomoyo. Wilayah ini berada di ketinggian 1.000 mdpl, memiliki lahan yang subur dan cuaca yang sejuk. Daerah ini penghasil berbagai sayuran.

Mata pencaharian warga Desa Ngrawan adalah petani sayuran dan peternak sapi. Berbagai macam jenis sayuran dapat tumbuh di sini, di antaranya sawi, kol, bayam, cabai, buncis, terong, tomat dan masih banyak lagi.

Selasa pagi, 2 november 2021, Gito warga RT 04 RW 01 Desa Ngrawan sedang panen tomat. Ada sekitar 1.200 pohon tomat yang ditanam di lahannya.

“Umur 80 hari tomat sudah mulai panen, hari ini adalah panen yang ke 5 dan biasanya bisa panen lebih dari 10 kali,” ujar Gito.

Sekali panen manghasilkan sekitar 200 kg, tomat tersebut dijual ke pasar tradisional. Harga 1 kg tomat sekitar 2.000-3.000 rupiah. Beberapa bulan yang lalu harga tomat sempat mencapai 12.000-15.000 rupiah. Namun sekarang harga tomat terus turun.

Baca Juga:  Dengan Berhidroponik, Kebutuhan Sayuran Sehat Terpenuhi
Harga pasar tak sebagus hasil panen tomat (Foto: Wiradesa)

Dalam proses menanam dan merawat tanamannya, Gito mulai mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Itu adalah wujud kecintaannya kepada tanah.

Gito khawatir, penggunaan bahan-bahan kimia yang berlebihan dapat merusak kesuburan tanah, yang mengakibatkan tanamannya lebih rentan terserang hama dan hasil panen menurun.

“Racun yang digunakan untuk mengusir hama, saya membuatnya sendiri, tak lagi pakai bahan-bahan kimia pabrikan. Saya membuatnya dari rendaman bawang dan tembakau,” kata Gito.

Harga bahan-bahan kimia yang cukup tinggi dan tidak stabilnya harga jual sayuran, membuatnya terus berpikir dan berinovasi. Resep alami tersebut didapatnya dari internet dan melakukan observasi langsung.

Petani sebagai produsen namun selalu menjadi akal-akalan oleh permainan harga. Mereka tidak bisa berbuat banyak. Tanamannya tumbuh subur dan tidak gagal panen, sudah menjadi hal yang membahagiakan bagi mereka. Walaupun akhirnya selalu dikecewakan oleh harga. (Dwi Purwoko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *