RDK Mardliyyah UGM Ngabuburit Bersama Dubes RI untuk Kuba dan Argentina

Foto: Istimewa

YOGYAKARTA – Sejak menjangkitnya Covid-19 di berbagai negara, perhatian dunia terpusat pada kondisi stabilitas ekonomi global. Beberapa negara berhasil dengan “New Normal” dalam rangka mengembalikan aktivitas produksi konsumsi di negara masing-masing akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi.

Dampaknya, Ramadan dan momentum lebaran yang biasa dirayakan umat muslim di dunia dengan sukacita, seperti halnya pada 2020, belum dapat berjalan normal di 2021. Terutama bagi negara-negara dengan penduduk muslim sebagai minoritas, dalam hal ini di negara Amerika Latin seperti Kuba dan Argentina.

Mardliyyah Islamic Center UGM mengadakan “Ngabuburit Bersama Dubes” yang membahas hal-hal kontekstual negara di Amerika Latin terkait kondisi sosial ekonomi selama pandemi dan bagaimana berjalannya aktivitas umat muslim di negara setempat. Mengundang Duta Besar RI untuk Kuba, Nana Yuliana, dan Duta Besar RI untuk Argentina, Niniek Kun Naryatie. UGM menyajikan tayangan diskusi yang disiarkan langsung oleh MNC Trijaya FM dan dapat ditonton ulang di YouTube Universitas Gadjah Mada.

Diskusi dipantik Kintan Adhyna, Duta Muda ASEAN Indonesia 2019 program dari Kemlu RI yang juga merupakan pengurus Mardliyyah Muda UGM, dengan diskusi tentang kondisi bulan Ramadhan di tengah pandemi di Kuba dan Argentina. Masing-masing menyatakan bahwa kondisi muslim sebagai minoritas disana diberikan kebebasan dalam mengadakan aktivitas keagamaan meskipun negara yang menganut sistem Sosialis Komunis. Dilanjutkan dengan cerita singkat dari bagaimana sejarah Islam masuk ke negara Kuba dan Argentina.

Baca Juga:  Prof Chusnul Hidayat Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Ilmu Teknologi Hasil Pertanian UGM

Berawal ketika Spanyol menjajah wilayah Kuba, mereka membawa budak dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan gula. Disanalah para Muslim masuk dan berkembang hingga pada tahun 2000- an berjumlah sekitar 5000 orang dan terus bertambah hingga tahun 2021 mencapai 10.000an warga muslim. Pada awalnya orang-orang Muslim belum berani mengungkapkan keyakinan mereka. Tetapi kondisi berubah pada tahun 2005, saat gempa bumi besar menghancurkan Kashmir Pakistan, pemerintah Havana memberikan 1.000 beasiswa kepada siswa Pakistan untuk belajar kedokteran di Kuba. Sejak saat itu perkembangan Islam di Kuba dimulai secara terbuka.

Di Kuba sendiri selama pandemi mahasiswa Indonesia dan masyarakat muslim setempat masih senantiasa berkegiatan di Masjid Abdallah, Havana, meskipun sangat dibatasi. Meskipun hanya ada sekitar 100 WNI yang terdiri dari mahasiswa kedokteran dan keluarga besar KBRI, salah satu mahasiswa Indonesia tetap senantiasa menjadi muazin di sana. “Selain itu, akan dibangun masjid yang menjadi masjid terbesar di Amerika Latin.Demikian tutur Dubes Nana Yuliana pada Ngabuburit Bersama Dubes 6 Mei 2021 lalu.

Tidak jauh berbeda, kondisi umat muslim di Argentina pun belum dapat menyelenggarakan berbagai aktivitas keagamaan secara meriah akibat pandemi yang belum kunjung mereda. Ketika normal terdapat banyak agenda buka puasa bersama di KBRI setidaknya setiap akhir pekan, pengajian setiap hari Jumat, dan lain sebagainya. Namun, “Ketika pandemi, kegiatan diskusi justru lebih intens dilakukan karena mudahnya menyelenggarakan kegiatan melalui media daring,” demikian tutur Ibu Dubes Niniek Kun Naryatie dalam Ngabuburit Bersama Dubes pada 9 Mei 2021 lalu. Sehingga terjadi ruang diskusi yang masif dan lintas sektor, mulai dari pendidikan Islam untuk anak hingga posisi gender dalam islam.

Baca Juga:  Indonesia Butuh Kebijakan Fiskal Pengendali Konsumsi Minuman Berpemanis

Argentina sendiri merupakan rumah bagi sekitar 1%-2% muslim di dunia, sehingga merupakan negara dengan komunitas muslim terbesar di Amerika Latin, dengan jumlah umat Muslim diperkirakan sekitar 400.000-700.000 pada akhir tahun 2020. Secara sejarah, Islam masuk di Argentina bersamaan dengan hadirnya Spanyol sebagai penjajah. Dalam kelompok penjajah tersebut diyakini terdapat suku Moors yang merupakan kelompok Muslim dari Al-Andalus saat zaman pertengahan. Dalam masa penjajahan Spanyol di Argentina tersebutlah ajaran Islam kemudian menyebar pada masyarakat lokal. Sedangkan secara sosial ekonomi, baik Kuba maupun Argentina masih mengalami tantangan yang cukup berarti, mulai dari meningkatnya potensi kriminalitas hingga krisis pangan dan pemberlakuan jam malam.

Dari sisi ekonomi, pemerintah Kuba dalam Kongres Partai Komunis terakhir, memutuskan tiga mata uang Kuba yang semulanya beredar, yaitu CUC yang biasa dipakai untuk turis, CUP atau Peso biasa, dan US dollar. Sejak Januari 2021 hanya satu mata uang yang beredar, dimana CUP dan CUC digabung serta dolar Amerika tidak lagi digunakan, dimana nilai tukar 24 CUP sama dengan satu dolar Amerika. “Kondisi pangan negara pun mengalami krisis besar mengingat pertumbuhan ekonomi yang turun hingga 11% dan harga barang naik hingga 500%,” ujar Dubes Nana Yuliana. Sinyal yang sulit juga menjadi kendala berarti, ditambah semakin terbatasnya kegiatan masyarakat akibat diberlakukannya jam malam pukul sembilan malam hingga lima pagi.

Baca Juga:  Sendangsari dan Kaliagung Dua Kampung Zakat di Kulonprogo

Tidak jauh berbeda dengan Kuba, ekonomi Argentina menyusut 9,9% pada 2020 yang merupakan penurunan ekonomi terburuk dalam 20 tahun terakhir. Kondisi ketimpangan ekonomi dan kemiskinan yang terus meningkat masih menjadi masalah utama yang juga memengaruhi kondisi sosial masyarakat. Di Argentina, tingkat pengangguran naik menjadi 13,1% dari 10,4% sebelum pandemic. Bentuk pemerintahan Sosialis Argentina dengan hampir seluruh sektor dijamin pemerataannya oleh negara, menyebabkan subsidi tidak dapat dicabut, sehingga krisis tidak dapat terhindarkan. Konflik berkembang antarmasyarakat karena ketimpangan yang masih tinggi, terjadi peningkatan kasus kriminalitas seperti penjarahan dan lain sebagainya. Ditambah maraknya aksi demonstrasi seperti yang terjadi di Buenos Aires pada Maret 2021 lalu. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *