Ngabuburit Bersama Dubes RI untuk Tiongkok dan Qatar

Foto: Istimewa

YOGYAKARTA – Ramadan biasanya menjadi ajang bagi umat muslim di dunia, khususnya masyarakat Indonesia, untuk saling bersilaturahmi dan mengagendakan berbagai pertemuan, namun hal tersebut memudar sejak pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Ramadhan 1442 H seharusnya membawa harapan baru setelah kita mengenal era “new normal”, namun kehidupan normal nyatanya belum ditemui di semua negara. Bahkan, beberapa negara justru semakin terpuruk dengan adanya krisis. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari dua negara di Asia, Tiongkok dan Qatar misalnya.

Pada Ramadhan 2021 Mardliyyah Islamic Center Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mengadakan sejumlah program “Ngabuburit Bersama Dubes” dari berbagai negara yang ditayangkan secara Live di YouTube Universitas Gadjah Mada dan MNC Trijaya FM. Duta Besar RI untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun dan Duta Besar RI untuk Qatar, Ridwan Hassan, misalnya, yang berkisah tentang kehidupan umat muslim serta perkembangan dan dampak kondisi pandemi di masing-masing negara. Acara ini dimoderatori oleh Kintan Adhyna, dari pengurus Mardliyyah Islamic Center UGM yang juga merupakan Duta Muda ASEAN Indonesia 2019 program dari Kementerian Luar Negeri.

Dubes Djauhari Oratmangun berkisah tentang sejarah Islam di dataran Tiongkok. Membahas Islam di negeri bambu selalu menjadi topik menarik, “Mengingat ideologi negara setempat yang cenderung menafikkan agama,” begitu kata Dubes RI untuk China dalam acara Ngabuburit Bersama Dubes pada 28 April 2021 lalu. Namun, hal tersebut tidak membuat kaum minoritas muslim di China terancam, justru pada 2021 menurut Dubes RI untuk Tiongkok Djauhari Oratmangun terdapat 39.000 masjid di seluruh wilayah China, dan 24.000 masjid di Xinjiang dengan mayoritas suku Uighur. Di Beijing sendiri terdapat 72 masjid, salah satunya ada yang berusia diatas 1000 tahun.

Baca Juga:  Gerakan Pemuda Bragung Bagikan Jamu untuk Petani

Islam mulai masuk ke China sekitar abad ke-7 di masa pemerintahan Dinasti Tang, pemerintahan China pernah menerima kunjungan diplomatik dari khalifah Ustman bin Affan. Saat itu Islam diterima secara terbuka oleh Dinasti Tang. Dalam implementasi kebijakan pemerintah, penganut agama Islam pun juga dibebaskan untuk mempunyai anak lebih dari satu, (pengecualian dalam kebijakan One Child Policy). Selain itu, pemerintah Tiongkok sudah banyak melakukan perubahan regulasi, termasuk pasokan makanan halal, serta berbagai etnis dan kebebasan lima agama yang juga telah dijamin oleh negara. Sehingga bulan Ramadan dan Lebaran yang dirayakan umat muslim di China tidak mengalami kendala berarti.

Terkait isu Human Right Abuse terhadap muslim di China khususnya pada suku Uighur di Xinjiang yang masih kerap kita dengar di media, “Perlu dilakukan filter kembali terkait narasi yang dibawa oleh media,” begitu ujar Dubes Djauhari dalam Ngabuburit bersama Dubes. Sehingga pembahasan lebih ditekankan kepada bagaimana membangun kembali ekonomi negara pasca pandemi dengan strategic partnership Indonesia dengan China, khususnya dalam bisang investasi, digital economy, serta diplomasi vaksin. Mengingat revitalisasi ekonomi China yang dikatakan berhasil dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang mencapai 18%.

Baca Juga:  UGM Sukses Gelar OLGENAS International Geolympiad 2021

Berbeda dengan kekhawatiran umat muslim dalam melihat muslim minoritas di China, umat muslim di Qatar yang merupakan mayoritas, merayakan Lebaran dan ibadah puasa dengan hikmat, namun tetap berjarak dan minim interaksi langsung antarmasyarakat. Kebijakan lockdown kembali diterapkan di awal bulan Ramadhan, “Padahal pandemi di November 2020 menunjukkan perkembangan Covid yang sangat landai, hanya sekitar 200 kasus perhari,” begitu ujar Dubes RI untuk Qatar, Ridwan Hassan, pada Ngabuburit Bersama Dubes tanggal 5 Mei 2021 lalu. Namun akibat terjadi peningkatan angka penyebaran karena banyaknya fleksibilitas kebijakan, kelonggaran kegiatan luring di Qatar, sehingga angka penyebaran meningkat drastis.

Alhasil, meskipun biasanya puasa ada dalam suhu 50 derajat celcius di Qatar, puasa Ramahdan 1442 H yang ada dalam suasana sisa musim dingin ini tetap belum dapat membuat suasana interaksi antarmasyarakat yang hangat. Masyarakat akhirnya menyesuaikan perkembangan peraturan dari pemerintah Qatar, sehingga banyak kelompok-kelompok yang membuka majelis kajian keislaman di rumah masing-masing dalam jumlah partisipan terbatas. “Hikmahnya tentu juga ada, masyarakat semakin dekat dengan keluarga dan terpapar ilmu teknologi digital,” begitu tutur Dubes Ridwan Hassan.

Baca Juga:  UGM Peduli Media

Masyarakat lokal dengan mayoritas muslim yang tentunya memiliki kultur Islam, tetap memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi karena pentingnya kerjasama ekonomi meskipun Qatar telah disokong oleh sektor Migas yang kuat, mengingat sebagian besar kebutuhan masyarakat adalah barang impor. Masyarakat Indonesia di Qatar sendiri banyak berkiprah dalam sektor makanan dan pakaian, terdapat empat grosir supermarket dengan produk-produk Indonesia. Sektor perhotelan juga banyak yang diisi oleh tenaga kerja dari Indonesia. Namun, Qatar yang menjadi Economic Hub, menunjukkan telah adanya diversifikasi ekonomi di berbagai sektor, termasuk sektor baru di dalam negeri seperti peternakan dan pertanian. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *