Wotbuwono, Tiga Desa yang Disatukan

Perangkat Desa Wotbuwono (Foto: Wiradesa)

KEBUMEN – Desa Wotbuwono dulunya terdiri atas tiga desa yaitu Desa Bowana, Desa Ingas dan Desa Wotgalih. Sekitar 1928, Desa Wotbuwono mengalami peristiwa blengketan.

“Blengketan merupakan penggabungan beberapa wilayah menjadi satu,” kata Mohammad Tugiman, Sekretaris Desa Wotbuwono saat dijumpai wiradesa.co, Rabu, 19 Mei 2021 di Balai Desa Wotbuwono.

Setelah peristiwa blengketan secara resmi pemerintahan Desa Wotbuwono mulai berjalan dengan kepala desa pertama bernama Udowikarto. Udowikarto menjabat pada periode 1928-1935.

Dituturkan Tugiman, Wotbuwono berasal dari dua kata yaitu wot dan buwono. Wot artinya jembatan atau jalan sedangkan buwono ialah dunia atau alam. Dari pemaknaan terkandung maksud sebagai jalan untuk kehidupan yang lebih baik di dunia  (kebersamaan). Selain itu, juga memiliki maksud menuju dunia alam yang lebih terang. Kondisi sosial masyarakat menjadi aman dan terkendali.

Beberapa nama kepala desa yang pernah menjabat antara lain Udowikarto, Kayun, Sarwono, Soerjohadi, H Sudur Zajim, Hadi Kastori, Supadi Hadi, Yusron. Saat ini kepala desa yang memimpin Eli Sugiono.

Baca Juga:  Sambut HUT ke-76 RI, Warga RW 04 dan 05 Kelurahan Kebumen Bikin Mural
Balai Kambang (Foto: Wiradesa)

Desa Wotbuwono juga memiliki bangunan bersejarah bernama balai kambang. “Konon balai kambang ini digunakan sebagai tempat persinggahan oleh salah satu Syeh yang berasal dari Bali. Bangunan seluas 4×3 meter dipakai tempat singgah,” ucap Abdul Aziz, Kepala Urusan Umum Desa Wotbuwono. Namun di balai kambang itu sering terjadi hal-hal mistis terkadang masyarakat sekitar sering melihat macan putih. Oleh sebab itu, warga di sekitar mengadakan slametan bumi dan menyembelih kambing setiap tahun.

Pelaksanaan slametan bumi dan menyembelih kambing biasanya dilakukan pada bulan Syura. Menurut Abdul Aziz atau biasa disapa Abdul,  prosesi ini dilaksanakan ketika hari Selasa atau Jumat Kliwon pada bulan Syura. Harapannya, warga bisa tenang dan tidak diganggu peristiwa mistis.

Setelah beberapa tahun, akhirnya balai kambang dialihfungsikan menjadi musala sebagai tempat ibadah. Suasana menjadi lebih nyaman. (Nur Anggraeni) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *