Suster Mariati Penggerak Penghijauan di Pekarangan Tandus Syantikara Youth Center

Suster Mariati mengajak warga bersama-sama menghijaukan lingkungan (Foto: Wiradesa)

YOGYAKARTA – Di tengah bangunan perkotaan yang berdesakan, tepat sebelum lampu lalu lintas di Jl Colombo Yogyakarta, Samirono, Karang Malang, Catur Tunggal, Depok, Sleman, terdapat pekarangan hijau di lokasi Syantikara Youth Center.

Sebagaimana diungkapkan Suseto, seorang pegawai di Syantikara Youth Center, Suster Mariati Carollus Baromeus (CB) adalah penggerak penanaman aneka tanaman di wilayah Syantikara Youth Center.

Dibantu Suseto dan Sudaryono, Suster Mariati berhasil menghijaukan pekarangan yang dulu terbilang kering dan tandus, menjadi asri.

Sosok Suster Mariati

Suster Mariati CB, pimpinan di komunitas Syantikara sekaligus yang bertanggung jawab mengelola Syantikara Youth Center mengatakan, ia mulai dipindahtugaskan di tempat tersebut dari 2013.

Menurut penuturannya, karya Yayasan Syantikara tersebut beragam. Termasuk dalam bidang kesehatan, pendidikan, serta sosial. Lanjutnya, Suster CB bersama dengan gereja sebagai komunitas yang punya arahan, tujuan, dan semangat spiritualitas dalam hal pelestarian lingkungan. Selain itu, tingkat keuskupan juga mengharapkan dan menghimbau ke seluruh umatnya, untuk peduli dengan alam.

Atas landasan menjawab panggilan Tuhan, Suster Mariati sebagai pribadi, mengabdikan diri untuk melestarikan dan mencintai lingkungan ciptaan-Nya. Oleh karena itu, sebagai gerakan bersama, lahan yang ada di pelataran, terutama di Syantikara Youth Center, dibuat sehijau mungkin. Bahkan, ada 10 ciri yang harus dipenuhi untuk menciptakan lingkungan dan rumah yang ramah lingkungan, telah menjadi kesepakatan bersama.

Tak terkecuali menjaga kebersihan di sekitar tempat tinggal agar tetap sehat dan segar. “Saya juga mengupayakan agar lingkungan ini bisa membuat orang yang tinggal jadi betah dan kerasan,” papar Suster Mariati.

Suster Mariati, sosok yang berhasil menghijaukan pekarangan yang dulu terbilang kering dan tandus (Foto: Wiradesa)

Suster Mariati merasa beruntung, selain mempunyai keahlian menanam tanaman karena berlatar belakang dari keluarga petani, ia juga ditemani dua karyawan yang sama-sama pandai dalam bidang tanaman. “Dua bapak itu punya perhatian ke situ. Hampir semua tanaman yang mereka tanam pasti hidup dan tumbuh subur,” katanya.

Baca Juga:  Waspadai Fenomena La Nina, Purbalingga Mulai Siaga Bencana

Bagi perempuan kelahiran Lampung ini, tanaman sama halnya dengan makhluk hidup lainnya. Mereka membutuhkan perhatian, sapaan, serta kasih sayang. Tentu, cara yang digunakan berbeda dengan sesama manusia. “Menyayangi itu, kalau kering ya daunnya dipotong, disiram, dipupuk, juga rutin diajak komunikasi. Itu sangat pengaruh ke pertumbuhan si tanaman,” urainya.

Dengan begitu, kata Suster Mariati, tanaman akan membalas sapaan manusia dengan cara bertumbuh serta berbuah dengan baik. “Tanaman yang sering disapa dengan tidak, itu berbeda,” terusnya kemudian.

Motivasi lainnya, sebagai komitmen untuk membangun gerakan menciptakan tempat tinggal yang nyaman, dengan oksigen yang cukup. Tanaman yang dibudidayakan pun tak sebatas karena keindahan, melainkan juga yang bisa diolah dan bermanfaat untuk kesehatan. Seperti temulawak, jahe, telang, kunyit.

Awalnya, lingkungan yang saat ini menjadi tanggung jawabnya, sudah ketutup dengan aspal. Dengan segala upaya, Suster Mariati bersama Suseto dan Sudaryono, menerapkan konsep urban farming dengan menggunakan pot dan polybag sebagai media tanam. Selain dua pegawai, terkadang juga dibantu dua mahasiswa yang tinggal di tempat tersebut, ketika mereka sedang tidak ada kuliah atau kegiatan.

Sebelumnya, Suster Mariati juga sudah kerap menanam untuk menghijaukan lingkungan tempat tinggalnya. Suseto, pria yang akrab dipanggil Seto menambahkan, dia dengan Sudaryono membantu merancang konsep pekarangan yang awalnya tandus menjadi dipenuhi tanaman. Berkat kreativitas mereka, impian mewujudkan ajakan pimpinan gereja sedunia untuk kembali ke alam dan merawat bumi sebagai rumah bersama, mampu terwujudkan.

Baca Juga:  “Grand Desain” Pemanfaatan Dana Keistimewaan

Proses Perawatan Tanaman

Untuk perawatannya, cukup dengan disiram secara rutin, serta diberi pupuk sesuai takaran. Mereka selalu menggunakan pupuk organik. Terbukti di saat Suseto mengantar berkeliling ke perkebunan, ia juga memperlihatkan tempat pembuatan pupuk yang terbuat dari aneka rontokan daun, kulit buah, sayuran sisa memasak, maupun kotoran ayam.

Pria kelahiran Gunung Kidul ini memperlihatkan aneka ikan yang turut menghidupkan pekarangan Syantikara Youth Center. Selain ikan hias, terdapat ikan nila dan lele. Kolam ikan pun tak hanya berpusat di satu tempat. Ada beberapa titik kolam ikan di sekitar tanaman hijau yang ditanam secara vertikal dan horizontal.

Aneka tanaman yang membuat mata terpana dan kagum (Foto: Wiradesa)

Menyaksikan pemandangan aneka tanaman yang tak hanya ada di lantai satu, tetapi juga di lantai atas, mampu membuat mata yang melihat terpana dan kagum. Apalagi dengan kondisi lahan yang sangat minim. Selain itu, ada budidaya ikan lele dalam ember atau yang dikenal budidamber.

Dalam proses awal tanaman, Suster Mariati memilih dari benih yang kemudian disemai menjadi bibit. Seiring berjalannya waktu, si tanaman sudah tumbuh dan berkembang, inisiatif yang muncul ialah mengembangkannya secara mandiri. Yaitu membuat benih sendiri maupun bibit dari batang tanaman, menyesuaikan jenis tanaman yang ada.

Suster Mariati mengaku jarang membeli tanaman baru. “Jarang beli. Itu pun kalau benar-benar tanaman yang belum ada di pekarangan, atau karena ada hal-hal mendesak yang mengharuskan membeli tanaman dari luar,” ucapnya.

Gerakan Sosial Membagi-bagikan Nasi Bungkus

Suster Mariati mengungkapkan, di awal masa pandemi, ia dengan dibantu pegawai dan dua mahasiswa, selama April-September 2020, rutin memasak untuk dibagi-bagikan. Sebelum menyasar ke mahasiswa yang disediakan 200 bungkus/hari juga sempat ke para tukang becak.

Baca Juga:  KPU Sleman Beri Penghargaan Sosialisasi Pemilu Melalui Medsos

Gerakan sosial membagikan nasi bungkus ke para tukang becak tak bertahan lama, katanya, sebab tempat mangkal mereka kerap pindah-pindah. Hal tersebut menyebabkan nasi bungkus yang telah disediakan masih tersisa banyak. Sedangkan tenaga yang dimiliki terbatas jika harus mengantar dari satu tempat ke tempat lainnya. Selama itu, donasi yang didapat juga beragam. Mulai dari bahan pokok makanan hingga berupa uang dari para donatur yang turut mendukung gerakan sosial tersebut.

Gerakan Lorong Hijau

Menggandeng RT dan RW Samirono, Sagan serta Terban, Suster Mariati mengajak para warga untuk bersama-sama menghijaukan lingkungan. Yaitu dengan mengadakan lomba Lorong Hijau. Mulai dari sosialisasi, kerja bakti, penanaman, sampai pada pengolahan pangan hasil panenan. Dengan harapan, bisa terus dikembangkan oleh warga secara mandiri maupun kelompok. “Rencananya juga mau menghidupkan gerakan ecoenzim,” lanjutnya.

Gerakan Ecoenzim, jelasnya, bertujuan untuk mengurangi sampah rumah tangga. Yaitu dengan memanfaatkan sisa-sisa makanan maupun sampah organik untuk dijadikan pupuk cair serbaguna.

“Kadang, kita suka menyepelekan sampah. Kita nggak berpikir kalau tumpukan sampah organik yang besar itu, kalau mengalami penguapan bisa meledak. Itu berbahaya kalau sampai mengenai orang. Maka, kami ingin berkontrubusi untuk mengenalkan, mengajak, dan membuat bersama-sama,” terang Suster Mariati sembari memperlihatkan contoh cairan yang sudah jadi dan siap digunakan.

Suster Mariati turut menginisiasi pembuatan produk-produk minuman dari aneka rempah dan berbagai tanaman. Mulai dari kunyit, telang, temulawak, jahe, dan sebagainya. Kemudian didistribusikan ke beberapa tempat. (Septia Annur Rizkia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *