KULONPROGO – Hujan mengguyur kota Wates sejak Subuh hingga siang. Tetapi sejumlah pedagang jajanan dan makanan di area Taman Kuliner Nggirli, Triharjo tetap buka seperti biasa. Tak harus menunggu lama, para pembeli satu persatu datang. Umumnya beli menu sarapan pagi, nasi uduk, nasi kuning, bubur kuah, dan gorengan.
Pengurus Taman Kuliner Nggirli Dwi Mulyono menuturkan, lokasi yang dijadikan tempat jualan berada di atas tanggul sisi barat Kali Serang, utara Jembatan Bendungan, masuk Padukuhan Kularan, Triharjo, Wates. “Kawasan ini mulai dibuka 2018. Dulunya ditumbuhi kolonjono, setelah dinormalisasi, warga sepakat dijadikan sebagai tempat usaha bersama,” papar Dwi, Kamis 11 November 2021.
Warga yang berjualan, lanjut Dwi, yang terdaftar awalnya sebanyak 12 orang namun yang aktif tinggal tujuh orang warga. Mereka berhimpun dalam wadah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kularan. Sisi selatan dari Taman Kuliner Nggirli khusus diperuntukkan sebagai area jualan kuliner sepanjang sekitar 100 meter sedangkan penggal sisi utara dengan jarak kurang lebih sama dijadikan sebagai tempat bersantai pengunjung dan tempat bermain anak. “Desain memanjang mengikuti alur sungai. Sambil jajan bisa menikmati suasana pinggir sungai melihat bantaran sungai di bawahnya,” imbuhnya.
Di samping warga sekitar, para pembeli yang datang termasuk penggowes dari komunitas sepeda di sekitar Wates. Pilihan menu yang beragam dan murah menjadikan Taman Kuliner Nggirli relatif bertahan. “Lontong sayur, nasi rames, angkringan, dan lainnya menu favorit untuk mereka yang pagi-pagi habis bersepeda. Sambil istirahat sekaligus sarapan. Angkringan, warung nasi rames buka hingga sore sedangkan menu lain tutup pukul 12.00,” ucapnya.
Guna membuat nyaman pedagang dan pengunjung, warung-warung didesain terbuka, tiang dan atap dibuat kokoh dengan rangka baja ringan. Agar terhindar dari becek, lantai memakai plester semen. “Dana pembangunan warung tersebut didapat salah satunya dari CSR PT Angkasa Pura sebesar Rp 30 juta,” ujarnya.
Dwi menambahkan, tiap pagi para pedagang yang buka lapak dipungut iuran Rp 1000. Uang disetorkan ke pokdarwis. Selanjutnya dana yang terkumpul dipergunakan untuk penataan kawasan dan kebersihan lingkungan. Sayangnya, lantaran musim hujan dan kendala teknis, saat wiradesa.co berkunjung, rerumputan yang mulai tumbuh kembali belum sempat dibersihkan sehingga membuat kawasan tersebut sedikit terlihat kurang rapi.
“Sebulan sekali biasanya rumput dibersihkan. Sedangkan soal sampah kami memang berjalin erat dengan bank sampah. Sampah dari tempat ini diambil petugas bank sampah. Para pengurus bank sampah sebagian juga gabung ke pokdarwis. Jadi masih saling terkait,” pungkasnya. (Sukron)