Tata Kelola Pasar Desa Rengel: dari Desa, oleh Desa, untuk Desa

 Tata Kelola Pasar Desa Rengel: dari Desa, oleh Desa, untuk Desa

Pasar Desa Rengel, tampak dari depan (Foto: Wiradesa)

TUBAN – Tak jarang, suatu desa mampu memiliki pendapatan secara mandiri yang diupayakan dari inisiatifnya dalam mengelola potensi maupun peluang yang ada. Dalam hal ini, Desa Rengel yang terletak di Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, menjadi salah satu pioner. Terutama dalam pengelolaan pasar desa.

Pasar desa merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Desa (PAD) Rengel sejak didirikan pada 1982 silam. Dikatakan, terdapat 15 karyawan yang bekerja untuk kelangsungan tata kelola pasar. Mulai dari seorang kepala pasar, bendahara/admin, 6 orang penarik karcis, 3 orang penjaga malam, serta 4 orang petugas kebersihan. Ditambah satu orang yang bertugas menjaga kamar mandi umum pasar.

Dengan sistem kerja roling dalam 24 jam, semua pegawai berasal dari warga lokal Rengel. Sedangkan para penjual yang menyewa tempat, berasal dari beragam wilayah. Namun, yang mendominasi tetap warga lokal.

Dikelola oleh desa, dari desa, untuk desa, kurang lebih begitulah sistem yang dijalankan. Diterangkan Ikrori (53), kepala pasar yang terpilih melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Desa Rengel mulai 2017 di bawah pemerintahan kepala desa Mohammad Mokhtar, seluruh retribusi yang ada masuk ke pendapatan pasar.

Retribusi yang masuk ke pendapatan pasar berasal dari beragam hal. Mulai dari sewa los besar hingga kecil, parkir, toko-toko di lingkungan pasar, pasar hewan, dasaran pagi, warung malam, pelanggan listrik bulanan, boks/kendaraan roda empat, kamar mandi, dan semacamnya yang berada di lahan pasar.

Untuk mengetahui pendapatan bersih, kata Ikrari, hasil pendapatan secara keseluruhan dipotong pengeluaran dan intensif para pegawai/karyawan.

Sebelum pandemi, pendapatan bersih rata-rata bisa mencapai Rp 55 juta/bulan, atau berkisar Rp 665 juta/tahun. Sedangkan untuk pendapatan kotor selama 5 tahun terakhir, pada 2016 sekitar Rp 510 juta, 2017 sekitar Rp 554 juta, 2018 sekitar Rp 577 juta, 2019 sekitar Rp 879 juta, dan 2020 sekitar Rp 899 juta.

Baca Juga:  Mobil Siaga, Gratis Bagi Warga Miskin Kebulusan

Akan tetapi, keluh Ikrori, pendapatan mengalami penurunan semenjak adanya pendemi. “Sementara ini masih belum stabil. Terutama dari Maret 2020 hingga saat ini,” ucapnya saat ditemui di kantor pasar Desa Rengel yang berada di lantai dua, beberapa waktu lalu.

Dijelaskan, target 2020, mestinya pendapatan bersih bisa mencapai Rp 60 juta. Namun, target itu melesat karena kondisi belum stabil seperti sedia kala saat sebelum pandemi.

Terkait sistem keuangan, pendapatan bersih masuk desa setiap 5 hari sekali, melalui satu pintu yang telah ditetapkan. Dengan begitu, selalu ada skala prioritas di tiap tahunnya.

“Sistem keuangan Desa Rengel benar-benar rapi. Semua PAD masuk satu pintu. Lalu terkait kurang lebihnya penataan, dari pengelola disampaikan ke desa. Seperti kenaikan tarif parkir, kemarin masih Rp 1000. Saat melihat di mana-mana sudah Rp 2000, kami mengajukan ke desa, membuat surat pengajuan kenaikan tarif parkir. Desa merespons, kemudian ada Peraturan Desa (Perdes),” ujar Ikrori sembari sesekali membenarkan masker yang membalut wajahnya.

Berasal dari tanah kas desa yang memiliki luas lahan 11.990 m2 dengan luas bangunan 11.190 m2, tutur Ikrori, kondisi bangunan saat ini tak jauh berbeda dari awal didirikan pada 1982.

Tempat parkir pasar Desa Rengel, tampak depan (Foto: Wiradesa)

Dikatakan juga, sistem berdagang di pasar Rengel juga diatur dengan rapi. Semua pedagang, pada mulanya diharuskan mendaftar terlebih dahulu ke bagian admin pasar yang kantornya terletak di lantai 2 bagian depan pasar. Serta, ketika ada pindah tangan kepemilikan sewa tempat, harus melalui desa. “Kami hanya membuatkan surat pengantar pindah tangan sepengetahuan kepala pasar. Kemudian mereka harus melanjutkannya ke pemerintahan desa,” tandas Ikrori.

Untuk sistem pembayaran sewa tempat pun beragam. Mulai dari yang bayar harian, bulanan, hingga tahunan, akan ada petugas khusus yang keliling menarik uang sewa.

Baca Juga:  Dua Masalah Terkait dengan Dana Desa

Selain karena pandemi, kondisi yang serba digital atau online, berpengaruh ke jumlah pedagang yang semakin berkurang. Sebab, sebagian dari mereka mulai beralih ke online shop. (Septia Annur Rizkia)

Septia Annur Rizkia

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar

%d blogger menyukai ini: