KULONPROGO – Untaian kalimat bijak terpasang di dinding teras sayap rumah Arif Mutaqin. Teras di samping kiri persis di sebelah garasi rumah sosok yang diamanahi warga sebagai dukuh di Padukuhan Pendem, Sidomulyo, Pengasih, sehari-hari berfungsi buat tempat transit para tamu.
Para tamu yang beristirahat di teras samping nan nyaman dilengkapi akses jaringan wifi itu, merupakan tamu khusus. Tamu yang benar-benar ingin bertemu Arif. Bahkan beberapa di antaranya telah janjian terlebih dahulu.
“Memang yang duduk di sini bisa dikatakan tamu khusus. Datang untuk pijat. Bukan pijat spa melainkan pijat syaraf,” kata Arif membuka obrolan dengan wiradesa.co sembari menawarkan segelas kopi pada Rabu 27 Oktober 2021 siang.
Siang itu, sudah datang satu orang dengan keluhan sakit pinggang. Pulang dari balai desa lantaran ada janjian wawancara dengan wiradesa.co, Arif meyempatkan ngobrol satu jam sembari memijat tamu dari Klaten. “Soal memijat, tak ada keturunan. Sepenuhnya otodidak. Ditambah kursus dan bimbingan seperti dari Dinas Kesehatan itu belakangan. Awalnya malah pijat keliling dulu. Kalau antara jadi dukuh dan memijat? Duluan jadi dukuh,” tuturnya.
Arif mengisahkan, umur 24 tahun ia terpilih sebagai dukuh. Bertugas ngemong masyarakat. Meskipun berusia muda dukungan warga Pendem penuh kepadanya. Cobaan terberat kala itu justru datang ketika dia kena tipu orang. Masa awal jadi dukuh dapat penghasilan Rp 80 ribu dalam tiga bulan. Karena tidak cukup maka ia berinisiatif mencari kerja sampingan ikut salah satu koperasi simpan pinjam. Cobaan datang menghampiri Arif. Dari orang yang mau pinjam titip agunan BPKB kepadanya, oleh yang mengurus di atas malah dimaksimalkan pinjamannya alias diperbesar sementara nasabah yang mengambil pinjaman lewat Arif tak mengambil penuh.
“Yang masuk pinjam lewat saya misal ambil Rp 3 juta sementara oleh yang ngurus di atas saya diambilkan Rp 5 juta. Tetapi yang Rp 2 juta dia ambil sendiri. Tiba kewajiban mengangsur dan melunasi jatuh ke saya dan yang menikmati uang malah kabur. Total ada sekitar Rp 200 juta yang harus saya tutup meski tidak menikmati uangnya. Ngenes. Sampai pusing nggak bisa tidur, waktu itu,” kenang Arif.
Arif mengembalikan duit koperasi simpan pinjam dengan susah payah. Lantaran galau, malam hari sering sulit tidur. Di tengah kekalutan, dia acapkali berdoa, minta diberi pekerjaan sampingan yang lebih aman dan tak berisiko tinggi. Juga bisa mendatangkan rezeki yang cukup buat menghidupi keluarga.
“Bingung pasti. Wong duit belum pernah memakai kok harus mengembalikan. Sampai jual kayu, jual sapi buat menutup. Beberapa tahun baru lunas,” imbuh Arif yang kemudian terus-menerus melangitkan doa minta jalan keluar dari keruwetan masalah. Dia mencoba peruntungan bikin warung namun kurang jalan.
Jawaban Atas Doa
Jalur pengobatan alternatif khususnya sebagai juru pijat bagi orang yang keseleo, sakit pinggang, syaraf kejepit menjadi jawaban atas doa-doanya. Karena belum punya tempat, antara 2007-2015 Arif masih keliling diundang mereka yang butuh pertolongan. “Sekarang sudah ada tempat. Mereka yang datang macam-macam keluhannya. Tapi saya tidak menangani patah tulang. Maka yang jatuh dari motor, jatuh dari pohon mesti bawa ronsen. Bagi yang patah tulang saya sarankan langsung ke medis atau ke sangkal putung,” ucapnya.
Di tempat Arif, tamu yang datang dengan berbagai keluhan akan memulai terapi pijat dengan terlebih dahulu dipanasi sinar infra merah. Setelah itu baru dipijat. Lama tidaknya proses pemijatan satu dengan yang lain berbeda. Ada cedera ringan cukup dipijat 10 menit selesai, namun ada pula yang butuh waktu terapi hingga 2 jam. “Cedera pinggang, cedera kaki, tangan, sakit bahu, kaku leher, akibat pekerjaan, olahraga, sampai syaraf kejepit, keluhan yang paling banyak disampaikan,” ungkap Arif.
Sebagai dukuh, Arif punya kewajiban pergi ke balai desa saban hari karena itu ia membuka ‘Omah Pijat’ mulai pukul 16.00 sampai malam. Sehari biasa menangani 8-12 orang dengan berbagai keluhan. “Menolong orang lewat pijat syaraf tiap hari. Tak kenal libur. Ada yang seketika datang, ada pula yang janjian,” kata Arif.

Seperti siang itu, Dwi Prianto warga Sukoreno yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga bongkar di Pasar Buah Gamping sengaja datang ke rumah Arif. Dwi tak datang sendiri. Dia mengantarkan rekan kerja yang punya keluhan sakit pinggang. “Awal tahun ini saya sakit dua bulan tak bisa apa-apa. Keluhan pinggang miring. Jalan susah. Secara medis rasa linu hanya hilang tatkala minum obat pereda nyeri. Solusi lain diminta operasi dengan hasil belum pasti. Akhirnya saya dipijat Pak Arif 4 kali, sudah bisa kerja kembali dan berangsur pulih,” ujar Dwi.
Atas titik balik yang dirasakan, Arif berujar, namanya rezeki bila belum masanya bagaimana pun caranya akan lepas. Begitu ia mengenang pengalaman masa lalu ketika ditipu ratusan juta rupiah. Olehnya, pengalaman dijadikan sebagai guru terbaik. “Pelajarannya jangan mudah utang. Kalau pun harus utang, utanglah ke lembaga yang kredibel,” ujarnya.
Atas apa yang dicapainya saat ini Arif mengaku sangat bersyukur salah satunya diwujudkan lewat sedekah kepada anak yatim. Ia pun perlu senantiasa mengingat pentingnya bersyukur seperti tertuang pada salah satu untaian kata bijak di depan ruang praktiknya, berbunyi: Bersyukurlah setiap hari untuk nafas, kesehatan, makanan, pekerjaan, keluarga, kerabat, dan semuanya yang Anda miliki sampai hari ini. Karena mungkin apa yang Anda miliki hari ini adalah mimpi orang lain yang belum sehebat Anda. (Sukron)