UU Cipta Kerja Respons Terhadap Tantangan Ketenagakerjaan

YOGYAKARTA – Undang-undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh DPR memuat sejumlah ketentuan yang berbeda dari UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang sebelumnya menjadi landasan urusan ketenagakerjaan dan hubungan industrial.

Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Prof Dr Tadjuddin Noer Effendi MA sejumlah penyesuaian yang termuat dalam UU ini merupakan respons terhadap perubahan mendasar yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

“Selama beberapa tahun ini ada perubahan yang sangat mendasar, mulai dari masuknya teknologi 4.0 dan sekarang wabah pandemi Covid-19,” ucapnya, Jumat (9/10/2020).

Era teknologi 4.0, terangnya, membawa kemungkinan terjadinya perubahan dalam proses tranformasi industrialisasi, terutama penerapan teknologi dalam proses produksi yang berimplikasi pada perubahan pasar kerja.

Saat ini, pekerja sektor industri dituntut untuk memiliki keterampilan teknologi (IT dan digital), sehingga muncul ancaman pemutusan hubungan kerja terhadap angkatan kerja yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Di tengah menghadapi tantangan itu, pandemi Covid-19 menurutnya semakin memperumit persoalan ketenagakerjaan di Indonesia dan bahkan juga di dunia. Kebijakan untuk mencegah penyebaran pandemi itu pemerintah berusaha membatasi pergerakan manusia melalui strategi PSBB.

Baca Juga:  Temu Karya Sastra, Peserta Dikenalkan Konsep dan Riset dalam Berkarya

Implikasi dari kebijakan itu kegiatan ekonomi dan produksi menurun diikuti dengan jumlah pekerja yang dirumahkan dan PHK yang terus meningkat, kata Tadjuddin.

Fenomena ini turut menyebabkan sejumlah industri, terutama yang selama ini beroperasi di Cina, kemudian mengambil langkah untuk memindahkan lokasi produksi ke negara-negara yang dianggap strategis.

Tadjuddin menyebut kondisi ini sebagai peluang yang perlu dimanfaatkan oleh Indonesia untuk menarik investasi dan pada akhirnya menciptakan lapangan kerja yang besar bagi angkatan kerja dalam negeri.

“Selama ini salah satu yang memberatkan para investor untuk masuk ke Indonesia adalah UU Ketenagakerjaan tahun 2013 dirasa agak membatasi, di samping keterampilan tenaga kerja Indonesia yang kurang mendukung,” terangnya.

Ia menduga peluang itulah yang berusaha diambil oleh pemerintah Indonesia sehingga kemudian sejumlah perombakan dalam regulasi perlu dilakukan agar kita bisa bersaing dengan negara-negara lain.

“Dengan kondisi pandemi Covid-19 mau tidak mau harus dilakukan perubahan, apalagi pertumbuhan ekonomi kita sudah menurun (minus). Satu-satunya cara untuk menanggulangi agar pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh perlu investasi karena tanpa investasi akan sulit untuk mengerek pertumbuhan ekonomi. UU cipta kerja diharapkan dapat menarik para investor untuk menginvestasikan modal mereka di Indonesia,” papar Tadjuddin. (Sukron)

Baca Juga:  Menko PMK Tinjau Skrining TBC Aktif dengan Mobil Rontgen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *