Ceruk Rezeki Ternak Meri

KEBUMEN – Banyak alternatif kegiatan positif dan produktif guna memanfaatkan waktu luang Anda. Salah satunya dengan beternak anakan bebek atau meri. Meski berlatar profesi sebagai seorang guru, Maghfur Afandi SPd tak ragu memulai pembesaran meri.

Banyaknya waktu luang semenjak program pembelajaran jarak jauh diberlakukan memungkinkan baginya mengeksplorasi usaha peternakan memanfaatkan kandang bambu sederhana di samping rumah. “Awal mula, saya diajak oleh teman main satu desa,’’ ucap Maghfur, guru PAI-BP SMA N I Klirong Kebumen, Selasa (12/01/21).

Menurut Maghfur, temannya tersebut telah lebih dulu beternak meri, dan mengambil bibit dari Solo yang harga belinya lebih murah. “Harga meri di Solo per ekornya Rp7 ribu. Dibandingkan dengan harga di daerah sini sekitar Rp10 ribu,” katanya.

Beternak meri terbilang mudah. Langkah pertama ternak meri dimulai dengan membuat kandang khusus yang terbuat dari bambu. ‘’Beli merinya masih kecil jadi masih memakai kandang khusus,’’ imbuh Maghfur. Kandang khusus itu digunakan sebelum meri besar hingga dapat turun dan berjalan di atas tanah.

Baca Juga:  Nur Laela, Produksi Sagon Teruskan Usaha Orangtua
Maghfur Afandi SPd tak ragu beternak anakan bebek atau meri (Foto: Wiradesa)

Memulai ternak pada Desember 2020 lalu, Maghfur membeli sebanyak 50 ekor meri. Setelah 10 hari, meri tersebut dipindah ke kandang yang berada di atas tanah di samping rumah. Komposisi pemberian pakan, berupa voer ditambah dedak. Jadwal pemberian pakan sehari 3 kali. Selain campuran voer dan dedak, meri masih diberi jatah pakan tambahan berupa keong sawah. “Sebulan habis sekitar 30 kg voer dan dedak,” ujar Maghfur.

Di samping pakan, asupan vitamin juga tak ketinggalan. Vitamin khusus yang diberikan adalah vitachik. Dikatakan Maghfur, saat ini harga panen meri cukup fantastis. Pada usia satu bulan harga meri telah mencapai Rp25 ribu per ekor.

Margin untung menggiurkan membuat Maghfur tertarik pada ceruk rezeki dari ternak meri. Meski sampingan, kegiatan ini dapat dijadikan investasi jangka panjang. (Nur Anggraeni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *