KULONPROGO – Satu jam menunggu pembeli, Budi Utomo (80) sudah menerima beberapa lembar uang kertas lima ribuan dan sepuluh ribuan. Uang tersebut diselipkan begitu saja di sela boks dagangan. Dari nominal uang yang diterima, Budi mengatakan, peyek kacang di hadapannya memang telah laku beberapa bungkus plastik.
“Sudah dapat berapa ini, Rp 24 ribu. Berarti sudah terjual 12 bungkus,” kata Budi, pria sepuh yang sehari-hari jualan peyek kacang di tepi trotoar sisi selatan palang pintu perlintasan kereta api (KA) di timur Stasiun Wates, Kulonprogo.
Seperti hari-hari biasa, Minggu 5 September 2021, Budi sudah sampai lokasi tempat jualan pukul 14.00. Sebanyak 80 bungkus peyek kacang dalam boncengan sepeda, sebagian masih tersembul hingga dengan mudah terlihat oleh para pengguna jalan yang berhenti menunggu KA lewat.
Siapa yang bikin Mbah? Tanya seorang pembeli yang mengambil dua bungkus sambil menyodorkan lembar uang lima ribuan. Dengan intonasi suara yang jelas Budi menjawab bila peyek kacang dagangannya bikinan sendiri diolah di dapur rumahnya di Miri RT 1 RW 1 Argosari, Pengasih.
“Bikin sendiri. Sehari mengolah satu kilogram tepung beras dan dua kilogram kacang tanah. Tapi tepung berasnya pakai yang kemasan bukan gilingan sendiri,” kata Budi.
Budi mengisahkan, dirinya jualan peyek kacang sudah jalan sekitar dua tahun. Sebelumnya, saat merantau di Bandung, kakek dengan satu anak, empat cucu dan lima orang buyut ini jualan gudeg. “Dagang nasi gudeg kurang lebih 20 tahun. Mangkal di Pasar Dewi Sartika Bandung,” tuturnya.
Mengisi hari tua dengan jualan peyek kacang bagi Budi jadi kegiatan menyenangkan. Tempat jualan yang hanya berjarak 500 meter dari rumah ditempuh menggunakan sepeda jengki. “Sehari-hari begini. Pagi mengolah peyek sampai pukul 11.00. Siang istirahat habis itu jualan sampai Magrib. Seringnya dagangan habis,” ucap Budi.
Dengan harga jual Rp 2 ribu perbungkus, Budi mengatakan, bila semua peyeknya laku, saat pulang dapat mengantongi laba bersih sekitar Rp 40 ribu. “Duitnya dipakai buat beli lauk makan. Daging ayam atau bebek. Kalau nggak cukup duitnya ya beli sayur lodeh atau sayur bayam. Nasi masak. Kebetulan di rumah cuma sendiri,” imbuhnya.
Aktivitas Budi jualan peyek kacang di pinggir trotoar seringkali mengundang simpati warga khususnya para pengguna jalan. Tak sedikit dari mereka yang kemudian tergerak sekadar memberi uluran bantuan seperti air minum dan nasi rames. “Dari kelurahan, dikasih beras, telur dan bahan makanan. Terkadang ada pula pengendara motor tiba-tiba berhenti, kasih bungkusan minum sama nasi rames,” ujar Budi sembari membungkuk membetulkan posisi sandal kulit Cibaduyut pemberian salah satu cucunya. (Sukron)