BLITAR – Kepala Desa (Kades) Ngadri, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar, ditahan di Polres Blitar atas kasus dugaan penyalahgunaan data kaitannya bantuan sosial tunai (BST) di Desa Ngadri. Agar pelayanan masyarakat tidak terganggu, roda pemerintahan desa dijalankan sekretaris desa (sekdes).
Penahanan Kepala Desa Ngadri, Kecamatan Binangun yang kesandung penyelewengan BST disikapi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar. “Agar tak mengganggu pelayanan masyarakat, roda pemerintahan desa bakal dijalankan sekretaris desa (sekdes),” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Blitar, Rully Wahyu, Senin 14 Maret 2022.
Dia mengakui sudah mendengar terkait penahanan MM, selaku Kades Ngadri oleh Polres Blitar. “Iya, dan kami siap untuk mengambil sikap. Kami akan koordinasi menyusul penahanan Kepala Desa Ngadri,” kata Rully Wahyu.
Dijelaskan Rully, pihaknya akan koordinasi dengan tim fasilitasi pemerintah desa. Hal ini untuk menyikapi permasalahan pasca ada penahanan kades. Koordinasi ini untuk menghindari jangan sampai ada kekosongan pemerintahan. Sementara untuk pelayanan masyarakat tetap jalan seperti biasanya. “Ada sekdes yang akan menjalankan urusan layanan,” tegasnya.
Ketika ditanya soal sikap Pemkab Blitar status jabatan kades MM yang masih melekat, sesuai dengan regulasi bakal menunggu keputusan atau kekuatan hukum tetap. Pasalnya saat ini kasusnya masih berjalan. “Menunggu kekuatan hukum tetap dari pengadilan. Ketika sudah ada, pemkab akan mengambil sikap,” katanya.
Sebelumnya, kasus dugaan penggelapan dana BST yang melibatkan MM, kepala Desa Ngadri, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar memasuki babak baru. Berkas acara pemeriksaan sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan. Seiring dengan kelarnya berkas, MM pun akhirnya diboyong ke sel tahanan Polres Blitar alias ditahan. Sebelumnya, MM hanya menjalani wajib lapor.
Polres Blitar pada September lalu menyelidiki kasus dugaan penyalahgunaan data kaitannya BST di Desa Ngadri, Kecamatan Binangun. Kasus ini berawal adanya warga yang mengendus ada yang tak beres dengan pencairan dana BST senilai Rp 600 ribu.
Diketahui salah satu penerima BST sudah meninggal tetapi ada pencairan dana. Dari situlah muncul dugaan penyelewengan pemalsuan tanda tangan hingga ada yang mengadu ke kantor polisi. Sebagai aparat desa, seharusnya melayani masyarakat, bukan justru memanfaatkan untuk kepentingan pribadinya. (*)