Kepala BKKBN Hasto Wardoyo: Mengurus Anak Memang Harus Sabar

Kepala BKKBN Dr (HC) Hasto Wardoyo SpOG (K) menyemangati para kader pendamping keluarga, kader Posyandu dan PKK se-Girimulyo dalam menyukseskan program percepatan penurunan stunting. (Foto: Wiradesa).

KULONPROGO-Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG (K) menjadi narasumber dalam Talkshow Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja, Minggu 21 Januari 2024.

Pada acara yang diselenggarakan di Iwak Kalen Salam Rindu Pendoworejo Girimulyo, Hasto menuturkan bahwa stunting pasti pendek tetapi pendek belum pasti stunting. Ciri stunting yaitu tubuh pendek, tidak cerdas dan tidak sehat.

Stunting dapat dicegah dengan pemberian asupan pangan yang cukup protein hewani. “Lele sama sapi bagus mana? Iwak kali dengan bakso bagus mana?,” tanya Hasto kepada para kader pendamping keluarga, kader Posyandu dan kader PKK serta komunitas muda Generasi Berencana (Genre) se-Girimulyo.

Hasto menjelaskan nilai gizi ikan lebih baik karena mengandung DHA yang baik bagi kecerdasan otak anak. Hasto mengingatkan pentingnya menyusui ASI ekslusif enam bulan dan menyempurnakan hingga 24 bulan.

“Pada usia anak 24 bulan ubun-ubun sudah menutup, perkembangan otak tidak banyak bertambah lagi. Karena itu upayakan untuk menyempurnakan pemberian ASI sampai 24 bulan,” jelasnya.

Baca Juga:  Pisahkan Kelompok Rentan Terapkan Protokol Kesehatan di Pengungsian

Mengurus anak, ujar Hasto, memang harus sabar. Terutama dalam menjaga berat badan anak agar tidak turun. “Dulu untuk anak-anak saya ketika masih kecil saat ndulang sampai harus ikut mangap-mangap. Kalau tidak mau makan sampai lele diterbangkan layaknya pesawat agar anak mau makan. Disuapi kuah tidak mau, suka minum pakai sedotan ya kasih sedotan. Biar dikira minuman padahal duduh sayuran,” ujar Hasto disambut tawa ibu-ibu kader.

Hasto mengingatkan, sesibuk-sibuknya orangtua bekerja agar jangan sampai mengabaikan soal mengurus anak. Karena membangun keluarga sangat penting. Termasuk kepada hal teknis bagaimana cara momong anak (parenting) dengan baik. Orangtua sebisa mungkin menghindari pertikaian suami istri, anak harus dibahagiakan.

Pada kesempatan itu Hasto juga mengungkapkan prihatin dengan data angka perceraian di Indonesia. Tiap tahun angka pernikahan 1,9 juta, tapi setahun yang cerai mencapai 521 ribu.

“Kalau zaman dulu waktu jadi bupati Kulonprogo setahun angka cerai di Kulonprogo mencapai 600-700 pasangan. Sedangkan yang nikah sekitar 2600 pasangan. Tapi kabar gembiranya angka harapan hidup di Kulonprogo tertinggi di DIY rata-rata 75 tahun,” ujar Hasto. (Sukron)

Baca Juga:  2.300 Kepala Desa dan Perangkat Desa di Ngawi Ditanggung BPJS Kesehatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *