YOGYAKARTA – Wabah Covid-19 menyebabkan tekanan ekonomi di seluruh dunia, termasuk DIY. Berhentinya pergerakan manusia pada semester I lalu, menyebabkan sektor pariwisata dan pendidikan di DIY mengalami kontraksi dalam. Penurunan pertumbuhan ekonomi DIY dalam jangka pendek juga disebabkan belum adanya investasi besar lain yang mendorong sektor investasi dan konstruksi pasca berakhirnya proyek strategis Bandara Internasional Yogyakarta.
Dua persoalan tersebut mengemuka dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2020, Kamis (3/11/2010). Namun, menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Hilman Tisnawan, berkat implementasi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional serta upaya kolaborasi berbagai pihak, dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional, DIY telah melewati puncak tekanan pada triwulan II/2020 lalu, dan saat ini ekonomi DIY perlahan mulai pulih.
Dikatakan Hilman, Bank Indonesia DIY selalu berkomitmen menjadi mitra strategis Pemda DIY, akademisi, dan pelaku usaha, untuk berkontribusi nyata dalam memajukan ekonomi DIY. Komitmen Bank Indonesia DIY tercermin dari berbagai program kolaborasi pentahelix dengan berbagai pihak seperti Program Bejo Talk untuk fasilitasi forum diskusi ekonomi dengan berbagai pihak.
Harapannya akan terjadi sinergi pemikiran, sehingga rekomendasi yang diusulkan kepada pengambil keputusan lebih konkret dan efektif. Kedua, program Sinergi Pariwisata Ngayogyokarto (Siwignyo) yaitu kolaborasi program sebagai upaya percepatan pemulihan pariwisata DIY dan percepatan reaktivasi pariwisata DIY. Tergabung dalam pentahelix ini adalah Pemda DIY, Bank Indonesia DIY, Asosiasi Pariwisata DIY, dan ISEI DIY.
Ketiga, program Smart Traditional Market (SEMAR) yaitu upaya digitalisasi pasar tradisional dan pengembangan produk UMKM berdaya saing. Keprihatinan terhadap pasar tradisional yang terdampak COVID-19 mendorong terbentuknya kolaborasi antara Pemkot Yogyakarta, Bank Indonesia, BPD DIY dan Yayasan Beringharjo Inisiatif.
Keempat, Koordinasi Pengendalian Inflasi Jogja Sekitarnya (KOPI JOSS), yaitu upaya pengendalian inflasi di DIY, yang tergabung di dalam TPID, berupa pembangunan big data inflasi, pengembangan pilot project klaster ketahanan pangan, dan digitalisasi pertanian.
“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi DIY 2020 akan kontraksi pada kisaran (2,3) – (1,9)% (yoy). Namun, kami meyakini ekonomi DIY pada 2021 akan segera recovery dengan proyeksi pertumbuhan yakni 3,9 – 4,3% (yoy),” imbuh Hilman.
Disampaikan pula, inflasi DIY 2020 diperkirakan rendah pada kisaran 1,3-1,7% (yoy). Sejalan dengan penurunan kinerja ekonomi, capaian inflasi DIY tersebut masih lebih rendah dibanding sasaran 3,0±1% (yoy). Pada 2021, perbaikan kinerja ekonomi berpotensi meningkatkan inflasi, utamanya dari kelompok inti dan harga pangan. Namun kami memperkirakan, inflasi DIY 2021 akan berada di sekitar titik tengah sasaran inflasi.
Pada sisi lain, lanjut Hilman, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan di DIY masih terjaga baik selama pandemi. Hingga saat ini kemampuan korporasi DIY dalam menghasilkan laba (rentabilitas) maupun likuiditas masih relatif baik. Dari sisi lembaga intermediasi, Bank Indonesia telah melonggarkan likuiditas melalui Quantitative Easing. Saat ini likuiditas perbankan di DIY lebih dari cukup, sehingga mampu untuk mendukung restrukturisasi kredit yang terdampak pandemi. Kami meyakini, perbaikan ekonomi pada 2021 akan mendorong intermediasi perbankan di DIY.
Sedangkan, pada sisi Sistem Pembayaran, Bank Indonesia DIY selalu menjaga kelancarannya baik secara tunai maupun non-tunai. Digitalisasi sistem pembayaran terus dilakukan dengan menggunakan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) sebagai akselerator inklusi keuangan. Pengguna QRIS di DIY meningkat lebih dari 200% dibandingkan dengan akhir tahun 2019. Potensi penggunaan terus diperluas kepada UMKM, pasar tradisional hingga kotak amal digital di tempat-tempat ibadah. Selain itu, untuk mengakselerasi penggunaan transaksi non-tunai pada transaksi pemerintah, Bank Indonesia DIY bersama 4 (empat) Pemkab, yaitu Sleman, Bantul, Gunungkidul, dan Kulonprogo telah membentuk TP2DD (Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah). Sebagai informasi, TP2DD Sleman merupakan TP2DD pertama di Indonesia dan sering mendapat apresiasi di tingkat nasional.
“Ke depan, kami tetap meyakini Sinergi merupakan kata kunci untuk pemulihan ekonomi dari pandemi ini. Bank Indonesia DIY bersama dengan Pemerintah Daerah, OJK, Akademisi, Asosiasi, Pelaku Usaha dan para mitra kerja akan terus duduk bersama dalam perumusan kebijakan. Dengan sinergi itulah DIY menunjukkan ketahanan menghadapi dinamika Covid-19 maupun ekonomi global. Dengan sinergi, transformasi dan inovasi, kami optimis DIY akan mendorong Indonesia menuju negara maju yang semakin sejahtera,” pungkas Hilman. (Sukron)