KEBUMEN – Nasi penggel merupakan kuliner khas di Kebumen Jawa Tengah. Cara pengolahannya cukup unik dan dijalankan keluarga tertentu secara turun temurun.
Minggu (31/1/2021) pukul 05.00, wartawan Wiradesa.co melongok dan melihat langsung ke dapur pembuatan nasi penggel di Dusun Tegalsari, Desa Kebulusan, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen.
Meski hari masih pagi, tetapi dapur milik Ahmad Suparsono ini tidak sunyi. Ada beberapa pembeli yang datang langsung ke dapur untuk menu sarapan pagi.
Ahmad Suparsono merupakan generasi ketiga yang menjalankan usaha nasi penggel. Sudah 50 tahun lebih kakek neneknya menjual nasi penggel.
Saat Wiradesa.co masuk ke dapur, Bu Ahmad dibantu Bu Ilin dan Bu Darsih masih memasak sejumlah daging dan sayur pelengkap nasi penggel. Ada lima kuali di atas tungku yang dipanasi dengan nyala kayu.
Kuali pertama untuk masak sayur tahu tidak pedas. Kuali kedua sayur tahu pedas. Kuali ketiga untuk sayur nangka. Kuali keempat untuk masak bungur atau cingur dan daging tetelan atau jerohan. Kuali kelima, untuk masak nasi.
Masak nasi penggel beserta lauk pauknya, semuanya dengan kayu. Tidak ada kompor gas di dapur nasi penggel milik Pak Ahmad.
Bu Ahmad mengungkapkan masak nasi penggel setiap hari dimulai pukul 24.00. Saat kebanyakan warga masih tidur, keluarga ibu ini sudah bangun dan memasak nasi penggel.
Saat Bu Ahmad masih memasak dan melayani pembeli warga sekitar, Pak Ahmad mulai buka tempat berjualan di pinggir Jalan Raya Gunungsari. Sekitar dua kilometer arah barat dari kota Kebumen.
Model penyajian nasi penggel juga unik. Tidak memakai piring, tetapi pakai pincuk daun pisang. Satu pincuk nasi penggel dijual Rp15.000. Pelengkapnya tempe mendoan Rp2.500 dan teh panas Rp2.500.
Uniknya lagi, nasinya dibuat bulat-bulat kecil. Seperti onde-onde terbuat dari nasi. Kemudian diberi kuah sayur nangka, bungur, dan jerohan sapi. Rasanya membuat pecinta kuliner ketagihan. Pokoknya jempol empat.
Di balik dapur nasi penggel yang legendaris ini ternyata ada nilai yang bermanfaat bagi kehidupan. Kerja keras, tekun, dan nguri-uri warisan leluhur yang dijalankan oleh Ahmad Suparsono sekeluarga bisa menjadi contoh dan merupakan pelajaran berharga bagi kehidupan manusia. (Ono)