BANTUL – Kerja keras dan peka terhadap perkembangan zaman merupakan dua hal yang penting dalam berbisnis. Apa pun usahanya. Supartono, yang sering dipanggil Pak Par, seorang penjual mie ayam menjalankan dua hal ini.
Pak Par asal Ngawen Gunungkidul, sosok pekerja keras. Dia mulai menjual mie ayam sejak tahun 1991. Mulai dengan gerobag keliling perumahan sampai menyewa lahan untuk tempat mangkal.
Menjual mie ayam baginya sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi. Hal ini dilakukan untuk menghidupi anak dan istrinya. Selain melayani pembeli langsung, dia juga melayani pemesanan melalui delivery order. Dengan cara kekinian ini, pendapatannya berlipat. Untung jutaan rupiah.
Baginya, pembeli adalah raja. Maka harus dilayani dengan baik. Pembeli tidak harus ke warung. Cukup dengan telepon genggam saja, penjual mie ayam ini sudah melayani dan ada pihak yang mengantarkan pesanannya sampai rumah.
Sebelum menjual mie ayam, Pak Par adalah seorang buruh pabrik di Klaten. Selain itu, dia juga pernah berjualan es untuk menyambung hidupnya. “Dulu ikut orang kerja di pabrik rambak, pernah juga jualan es,” tutur Pak Par saat ditemui tim wiradesa.co, Jumat (29/1/2021).
Awal berjualan mie ayam di Yogyakarta, Pak Par menyewa salah satu tempat di depan Jogja Expo Center (JEC). Kemudian pindah di Perumahan Gowok, dan menjajakan mie ayam menggunakan gerobak keliling kompleks.
“Awalnya saya sewa tempat di depan JEC, terus di dekat sini (Gowok), kemudian yang terakhir di sini, mas,” kata Pak Supar.
Sejak tahun 2016, Pak Par membuka warung mie ayam di Jl. Pedak Baru, RT 16/ RW 07, Banguntapan, Bantul. “Saya di sini sudah empat tahun, mas. Sekitar 2016,” tutur Pak Par.
Penjualan mie ayam Pak Par bisa dikatan laris. Selain rasanya enak dan posisi warungnya tidak jauh dari kosan mahasiswa. Mie ayam Pak Par menyediakan delivery order.
Setiap harinya Pak Par bisa menghabiskan 80 mangkok mie ayam. “Sepuluh kilo. Sepuluh kilo itu sekitar lapan puluh lebih,” ujarnya. Setiap bulannya, Pak Par bisa meraup keuntungan hingga Rp3 juta. (Syarifuddin)