KULONPROGO – Warung mie ayam sederhana berdinding ruji bambu, sepi sehabis Magrib. Pemiliknya Mujiono dan Sugiyani tampak bergantian menunaikan salat. Setengah jam berselang beberapa pembeli kembali merapat. Pesan mie ayam, makan di tempat.
Mie ayam termasuk jajanan sejuta umat. Banyak penggemar, sekaligus banyak pula pedagang yang kemudian mencari rezeki jualan mie ayam. Di Padukuhan Kidulan Salamrejo, Sentolo, Mujiono dan istrinya Sugiyani termasuk pedagang mie ayam yang buka paling lama.
“Jualan mie ayam sudah lama. Sejak masih merantau di Jakarta,” ucap Mujiono membuka percakapan dengan wiradesa.co, Selasa 28 September 2021 petang.
Di Jakarta, Mujiono pertama kali bekerja ikut kakaknya jualan sayuran di Pasar Cempaka Putih. Lima tahun bantu jualan di pasar ia bertemu Sugiyani asal Las-lasan, Bulan, Wonosari Klaten yang kini jadi istrinya.
Setelah menikah, kenang Muji, ada rekan yang menawari buka warung mie ayam di Meruya Ilir. Modal Rp 1 juta, tinggal pakai warung beserta perkakas jualan mie ayam lengkap. “Jualan mie ayam laris. Lalu pindah ke lokasi lain di Srengseng. Di Srengseng cukup lama sampai delapan tahun, tahun berikutnya pulang ke Sentolo buka warung mie ayam di kampung,” terang Mujiono didampingi Sugiyani.
Lingkungan yang kurang ramah bagi anak jadi alasan kepindahan Mujiono balik ke desa. Gerobak jualan berwarna biru dia pertahankan dan kini dipakai tempat menata dagangan es campur bersebelahan dengan gerobak mie ayam berjejer di bagian depan warungnya.
Perihal resep memasak mie ayam, Muji mengaku memperoleh dari mertua. Resep rasa, hingga tekstur mie, guyuran kuah, sayur, dan taburan brambang goreng dia pertahankan seperti dulu dia jualan mie ayam di Ibu Kota. “Pelanggan bilang rasanya khas jadul. Memang mie mengolah sendiri. Nguleni manual tak pakai mesin. Bikin sedikit-sedikit jadi mie selalu baru,” tutur Muji sapaan akrabnya.
Di Sentolo, seingat Muji dia mulai buka warung mie ayam pada 2003. Ketika itu masih ramai penambangan pasir Progo tak jauh dari lokasi jualan sehingga dagangan mie ayamnya sangat laris. Berbeda saat ini akibat banyaknya warung mie ayam dan sepi akibat Corona, omzet jualan sedikit menurun.
Meski omzet tak sebesar dulu namun Mujiono dan Sugiyani tetap betah jualan. Belanja keperluan warung tetap ditekuni Muji sejak lepas Subuh. Kulak sayur, ayam, aneka bumbu, terigu. Agak siang dia nguleni adonan mie dan mencetaknya. Siang hingga menjelang pukul 21.00 buka warung mie ayam dan es campur roti, cincau, tape, monte, buah dan susu. “Sehari habis terigu 2-4 kg,” ujar Muji yang juga mengolah bakso sendiri untuk pelengkap sajian mie ayamnya. (Sukron)