BANTUL – Tak jarang, sebagian orang berharap bisa memiliki karier mapan dengan penghasilan tetap yang mampu menopang kehidupan rumah tangganya. Demikian dengan Rini Hidayah (52), perempuan kelahiran Bantul yang saat ini memiliki beberapa usaha kuliner yang cukup digemari banyak pihak.
“Yang pasti, saya tidak pernah bilang tidak ke pembeli, selalu mengiyakan dan memberi yang terbaik kepada konsumen. Itu sudah menjadi komitmen saya,” ungkap Rini di awal-awal perbincangan.
Perempuan yang akrab disapa Rini mengungkapkan, perjalanan membangun usaha kuliner membutuhkan perjuangan yang cukup panjang. Tak hanya itu, sebelum akhirnya menceburkan diri sepenuhnya di usaha kulineran, Rini sempat bekerja di BUMN, terhitung sejak 1992.
Statusnya sebagai karyawan tetap bagian marketing di bidang usaha kontraktor dan developer, mengharuskan Rini berpindah-pindah tempat kerja sesuai dengan proyek yang ada. Posisi Rini yang saat itu sudah berumah tangga dan memiliki dua anak, membuatnya resah dan tidak tenang kalau terlalu sering meninggalkan anak-anak ke luar kota.
Sebelum akhirnya benar-benar resign, pada 2005, tabungan dari gaji selama bekerja dipakai untuk memulai usaha membuat kue, dengan dibantu Asisten Rumah Tangga (ART) yang bekerja di rumahnya. Mendapat dukungan dari sang suami, pada 2008, Rini memutuskan keluar dari pekerjaan kantor dan fokus membangun usaha kuliner.
Sebelum Fulltime di Usaha Kuliner
Ketertarikan perempuan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) jurusan Arkeologi ini pada usaha kuliner berawal dari hobi atau kesukaannya membuat olahan makanan. Mulanya, dengan mengajari ART membuat olahan kue-kue, termasuk bolu, pada 2005, Rini mulai menitipkan olahannya ke warung-warung, serta ditawarkan ke beberapa teman maupun kenalan.
Dalam perkembangannya, pesanan mulai banyak. Rini pun menambah karyawan dari ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya di Korowelang, Caturharjo, Pandak, Bantul.
Memanfaatkan keahlian yang dipunya, Rini berusaha semaksimal mungkin menciptakan formula kue yang bisa diterima pasar. Semasa bekerja sebagai karyawan, ia juga sering mendapat pesanan kue-kue dari teman sejawatnya di kantor.
Kondisi usaha Rini mengalami naik turun, tidak signifikan. Sebab menurut Rini, hampir semua ibu rumah tangga bisa membuat kue dengan alat-alat yang dipunya. Selain itu, persaingan di luar dilihatnya cukup ketat.
Rini mulai berpikir mencari ide baru sembari melihat perkembangan di sekitar, terutama wilayah Bantul dan Kota Yogyakarta yang sebagian besar warganya memakai kue ketika sedang punya hajatan. Walhasil, Rini melihat ada peluang di situ.
Berhubung saat itu Rini juga sering dinas ke Semarang, dan kebetulan dia suka makanan yang terbuat dari kelapa, ketemulah dengan wingko. Rini pun tertarik membuat produk tersebut.
Sebelumnya, Rini mengaku kalau tak pernah kursus atau sekolah memasak. Keahliannya didapat dari otodidak. “Jadi otodidak. Nyoba-nyoba resep. Juga, punya selera rasa yang kebetulan bisa diterima pasar. Akhirnya, ketemu formula wingko dan memproduksinya,” kata Rini saat ditemui di kediamannya yang juga digunakan tempat produksi.
Ia mengisahkan, peralatan memasak didapat dari nyicil. Satu persatu, peralatan memasak mulai saling melengkapi dan membantu memperbanyak angka produksi. Di lain sisi, Rini selalu membuka diri terhadap usahanya tersebut. Ia selalu melihat peluang dan apa yang sedang dibutuhkan pasar. Mulai dari roti bolu, kue manis, bertambah ke wingko, kemudian bakpia, yangko.
“Awal mulanya, saya memulai dengan perjuangan yang luar biasa, hingga 2008 saya resign. Jadi membangun usaha ini, dulunya sambil bekerja. Kalau libur bisa fokus, tapi pas hari kerja ada suami dan juga asisten yang membantu. Di sini, saya merasa diberi banyak kemudahan,” tutur Rini kemudian.
Aneka Kuliner Hayu Group, dari Kue Oleh-oleh Hingga Resto dan Katering
Produk usaha Rini bertambah wingko pada 2007. Diterangkannya, yang namanya usaha kuliner itu fluktuatif, ibarat resi gelombang. Suatu saat ramai, turun, ramai lagi, dan seterusnya.
Kini, dapur usaha ibu dari empat anak perempuan tersebut memproduksi aneka olahan kuliner. Termasuk bakpia kacang hijau, bakpia ubi ungu, yangko, yang selain dijual di tiga toko oleh-oleh miliknya, juga di banyak toko oleh-oleh lain. Bahkan, berekspansi ke usaha katering hingga pondok makan di Jalan Raya Srandakan, Bantul.
Untuk produk saat ini, jelas Rini, menyesuaikan pesanan. Baik snack maupun katering nasi. Tim Rini memproduksi setiap hari, serta menerima pesanan dari siapa pun dan dari mana pun. Baik perkantoran, wedding, kegiatan dinas, keluarga.
Diberi nama Hayu Group, usaha kuliner Rini mulai dikenal dan dicari banyak kalangan. Berasal dari Bahasa Arab yang diambil dari kata hayat, hayun, yang berarti hidup. Sedangkan, imbuh Rini, kalau bahasa jawa, arti hayu ialah cantik, bagus, maupun baik.
Dari nama itu, Rini berharap, usahanya bisa terus berkembang, hidup dan menghidupi sampai ke anak cucu. “Jadi tidak hanya berhenti di saya. Kebetulan, keempat anak saya, nama tengahnya juga ada hayu-nya,” ungkap Rini.
Prinsip Rini dalam Membangun Usaha
Selain tekun, bagi Rini, penting sekali memilih usaha yang sesuai dengan passion. Tak kalah penting, terbuka dengan kritik dan saran dari siapa pun. Serta, harus bertanggung jawab atas kualitas produk yang dibuat agar bisa diterima oleh pasar, para pelanggan puas dan tidak pernah kapok untuk memesan lagi.
Rini juga berusaha menjaga komunikasi dengan pelanggan. Ada juga, beberapa pelanggan yang saking senang dengan kualitas produknya, kalau tidak wingko hayu, mereka tidak mau.
Kualitas produk, bagi Rini, adalah hal utama yang selalu diperhatikan. Sampai-sampai, Rini tak pernah bosan untuk terus belajar mengembangkan kualitas produk usahanya. Sebab menurut Rini, pembeli atau pelanggan adalah mitra kerja yang memicu semangatnya untuk lebih baik.
Agar bisa tetap survive, dari awal Rini sudah berinisiatif membuat beberapa produk, agar bisa saling menopang. “Bukan masalah serakah. Kenyataannya saat ini, ketika pandemi, saya jadi nggak bisa jalan. Apalagi kalau semisal hanya punya usaha di satu kuliner saja. Bisa-bisa, mandek total,” kesahnya.
Mau tidak mau, lanjut Rini, pengalaman adalah guru yang terbaik. Serta, pemilik usaha harus punya sesuatu yang berbeda dan unik. Meski ada yang berawal dari meniru, tetapi tetap harus melalui modifikasi.
“Dulu kan, wingko masih langka kalau di Yogya. Ketika saya produksi, sudah sesuatu yang beda. Terus, kata orang-orang, cita rasanya juga beda. Makanya, wingko saya masih bisa bertahan hingga saat ini,” ujar Rini.
Sering Diundang Jadi Narasumber
Sejak 2015, Rini mulai sering diundang menjadi narasumber. Dari situ, ia menjadi banyak belajar dan terus membangun relasi. Selama diundang menjadi narasumber, selain praktik membuat olahan atau memasak, ia juga kerap diminta menceritakan kisah perjalanan kariernya sebagai pengusaha.
Pihak yang mengundangnya pun beragam. Mulai dari pihak kampus, desa, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), kelompok maupun individu tertentu.
Bagi Rini, yang juga sekretaris Perkumpulan Perempuan Wirausaha Indonesia (Perwira) DIY, setiap ada kesulitan, pasti ada kemudahan dan jalan keluar. Yang terpenting, imbuh Rini, tetap berusaha dan berdoa.
Kondisi Usaha Rini Selama Pandemi
Selama pandemi, omzet Rini mengalami penurunan yang cukup fastastis. Meski sebelum pandemi omzet dari wingko sudah mengalami penurunan mulai 2016. Namun, Rini tetap bisa bertahan dan berjalan stabil karena masih ada usaha kuliner lain.
Dari omzet keseluruhan sebelum pandemi bisa mencapai Rp 400-500 juta/bulan. Selama pandemi, cerita Rini, hanya tinggal 10%.
Pandemi sangat berdampak ke semua pihak, tak terkecuali usaha Rini. Jumlah karyawan yang semula 1, menjadi 2, 7, dan paling tinggi 45 orang, karena pandemi, karyawan mulai dikurangi, jam kerja juga berkurang. Tentunya, berpengaruh pula ke gaji mereka.
Walau begitu, Rini merasa beruntung. Pada April 2020 hingga saat ini, ia memperoleh pesanan katering dari Rumah Sakit Lapangan khusus Covid-19 di Kabupaten Bantul. Dari situ, pelan-pelan, usaha Rini mulai bangkit kembali. Ditambah, ia juga melayani pesanan hampers, baik berupa makanan maupun barang. “Sesuai permintaan,” sebut Rini.
Beberapa bulan terakhir, aktivitas produksi Hayu Group mulai berjalan. Terutama di kondisi new normal, pesanan wedding maupun event mulai bermunculan. Pastinya, dengan cara yang berbeda. Yakni bukan lagi dalam bentuk prasmanan, melainkan nasi boks dilengkapi minuman berupa jus buah. Dengan harga terjangkau, cita rasa dan kemasan tetap diperhatikan sebaik mungkin.
Sejauh ini, Rini selalu berupaya mengikuti serta mempelajari perilaku konsumen. Termasuk kondisi pandemi yang mengharuskan mengurangi kontak fisik, Rini mulai memanfaatkan internet untuk mengembangkan usaha kulinernya. Sehingga, selain tersedia secara offline, aneka kuliner Hayu Group juga dipasarkan di beberapa marketplace.
“Sekarang itu, penjualan nggak harus punya toko. Karena ada online, kita bisa COD atau memanfaatkan layanan ojek online,” kata Rini.
Rencana Pengembangan Usaha
Harapan Rini, usaha Hayu Group bisa terus berkembang. Kalau bukan dalam bentuk omzet, setidaknya produk penjualan mengalami peningkatan. Nantinya, ucap Rini, besar harapan bisa melayani katering dalam bentuk partai besar. Semisal ke suatu pabrik, atau bahkan penerbangan internasional.
“Namanya berharap. Kan semua itu tidak menutup kemungkinan. Bukannya muluk-muluk, tapi semuanya nanti juga akan berjalan sesuai dengan kemampuan kita. Selain itu, setiap ada peluang, saya usahakan harus ada produk baru. Ya, sifatnya kondisional,” papar Rini.
Sebagaimana awal-awal kondisi pandemi yang tidak diperbolehkan berkegiatan, Rini tidak pernah menutup toko oleh-olehnya. Meski laku sedikit, walau hanya satu bungkus, tandas Rini, baginya tetap laku dan patut disyukuri.
Mengenai pembeli, sejauh ini sekitar Daerah Istimewa Yogyakarata (DIY) dan Jawa Tengah. Pun, ada juga dari luar pulau. Beberapa waktu lalu, ada pesanan dari Pontianak serta Banjarmasin untuk ibu beserta saudara di Yogya yang sedang ulang tahun maupun punya hajatan.
Artinya, tegas Rini, ia harus mengikuti perkembangan dunia teknologi komunikasi yang berkembang sangat cepat. Poin penting, Rini selalu menerima dan mengiyakan pesanan dari konsumen.
“Pesanan H-9 jam, malam pesan paginya harus jadi, juga tetap saya terima. Bagi saya, itu tantangan. Dan nilai plus dari para pelanggan yang mengaku puas dengan kualitas dan pelayanan dari kami,” pungkas Rini dengan ramah, sembari mengajak foto bareng sebelum mengakhiri obrolan dan melanjutkan aktivitasnya. (Septia Annur Rizkia)