Memelihara Kambing Jadi Jaring Pengaman Ekonomi Keluarga di Perdesaan

Kandang kambing milik Edi Cahyono di Padukuhan Wonogiri, Rabu (25/12/2024). (Foto: Wiradesa)

KULONPROGO – Warga di Kalurahan Sidoharjo, Kapanewon Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, kebanyakan memelihara kambing. Umumnya satu kepala keluarga memiliki 5 sampai 10 kambing.

Bagi warga perdesaan di Perbukitan Menoreh Kulonprogo, dengan memelihara kambing, kebutuhan mendesak keluarga, seperti sekolah (pendidikan), pengobatan (kesehatan), dan lainnya bisa tercukupi. Karena kambing bisa dijual setiap saat dan cepat untuk mendapatkan uang.

Salah satu warga yang tinggal di Padukuhan Wonogiri, Kalurahan Sidoharjo, Kapanewon Samigaluh, Edi Cahyono, menjelaskan menjual dan membeli kambing di wilayah Samigaluh sangat mudah. “Jika ingin menjual, tinggal telepon, maka pedagang kambing akan datang,” ujar Edi Cahyono, kepada Wiradesa.co, Rabu 25 Desember 2024.

Jadi para petani atau pemelihara kambing, tidak perlu repot-repot membawa kambingnya ke pasar untuk menjualnya. Begitu pula jika ingin membeli kambing untuk dipelihara, petani tinggal telepon, pedagang akan membawa kambing sesuai dengan pesanannya. Jenis, besar, dan harganya akan disesuaikan dengan keinginan peternak kambing.

Edi Cahyono, warga Padukuhan Wonogiri Kalurahan Sidoharjo, saat ini memelihara 16 kambing, terdiri dari 4 Kambing Gembel dan 12 Kambing Jowo. Kambing Gembel itu kambing yang berwarna putih dan bulunya tebal. Sedangkan Kambing Jowo warnanya coklat bulunya tipis.

Baca Juga:  Agar Menu Lebih Sehat, RA Wonobroto Siapkan Makanan Ringan Beragam bagi Siswa

Harga kambing pada hari biasa sekitar Rp 2 juta per ekor, tetapi kalau menjelang Idul Adha atau Hari Raya Kurban harganya bisa mencapai Rp 3 juta sampai Rp 4 juta per ekor. “Harga Kambing Gembel dan Kambing Jowo itu hampir sama,” jelas Edi Cahyono.

Dengan mempunyai 16 kambing, maka sudah jelas Edi Cahyono memiliki “tabungan” senilai Rp 32 juta. Selain memelihara kambing, Edi bersama keluarganya juga menanam berbagai jenis tanaman produktif di ladangnya. Tanaman yang laku dijual itu, antara lain laos, jahe, kapulaga, puyang, lompong, jeruk, dan cengkeh. “Harga laos sekarang dua ribu per kilo,” kata Edi Cahyono.

Laos, hasil sampingan para warga di Perbukitan Menoreh. (Foto: Wiradesa)

Pemelihara kambing di Padukuhan Wonogiri, tidak hanya Edi Cahyono, tetapi juga kakak-kakaknya, serta warga lainnya. Saat Wiradesa.co mengecek kandang kambing milik Edi Cahyono, ternyata di sebelahnya ada kandang kambing milik kakaknya.

Dukuh Wonogiri, Sarmanto, menjelaskan wilayah atau lahan di Padukuhan Wonogiri Sidoharjo meliputi hutan, ladang atau tegalan, permukiman, dan sawah. Lahan terbanyak berupa hutan dan ladang. Sehingga pakan kambing, tersedia banyak di wilayah Padukuhan Wonogiri.

Baca Juga:  Ada Indikasi Mafia Minyak Goreng di Indonesia

Pakan hijauan, seperti rumput, Jerami, daun singkong, dan daun-daun lainnya melimpah atau tersedia di Perbukitan Menoreh. Para petani yang mau bekerja, tinggal mengambil saja untuk pakan kambing. Hasil dari pemeliharaan kambing, bisa menjadi celengan atau tabungan bagi keluarga di perdesaan.

Bagi warga di perdesaan, khususnya di wilayah Perbukitan Menoreh, memelihara kambing itu bisa menjadi jaring pengaman ekonomi keluarga. Sehingga pemerintah jika ingin membantu atau memberdayakan masyarakat perdesaan tidak harus memberikan bantuan uang tunai langsung, tetapi dengan cara membelikan kambing dan diberikan kepada warga desa.

Soal regulasi dan teknis pemberian, aparat pemerintah pasti lebih tahu. Tapi yang perlu diingat dan diperhatikan, memberi uang tunai langsung itu tidak mendidik. Cara seperti itu, membuat warga bermental pengemis, bukan bermental pekerja keras. (Ono)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *