BANTUL – Pagelaran Dongeng Jogja (PDJ) 2022 di Panggung Sekolah Hutan Pinus Sari, Mangunan, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu 11 September 2022, berlangsung meriah. Pentas dongeng di tengah hutan pinus ini, selain menghibur juga mencerahkan ribuan penonton, termasuk puluhan anak bisu tuli.
Pementasan bertema “Semua Bisa Mendongeng” diawali dengan aksi ibu-ibu dari Desa Mangunan yang memainkan musik tradisional Gejlok Lesung. Bunyi-bunyian khas dari terpaan alu ke lesung, alat penumbuk padi, mampu memikat anak-anak bersama orangtuanya untuk mengarahkan perhatiannya pada sisi kanan panggung PDJ 2022.
Usai membuka dengan intro khas grup Gejlok Lesung “Madyo Laras”, pimpinannya Mbah Kencrung tanya pada anak-anak yang memadati tempat di depan panggung, “Hari ini hari apa anak-anak”. Lalu dijawab anak-anak dengan serentak, “Hari Minggu”. Lantas Mbah Kencrung mengajak anak-anak untuk bernyanyi bersama “Pada Hari Minggu”. Suasana pementasan terbangun dengan baik.
Saat anak-anak mulai bersemangat, pemandu acara Bima, mulai menyemarakkan pentas dengan dialog-dialog yang menghadirkan gelak tawa penonton. “Maturnuwun ibu-ibu, aksi panggung njenengan tidak kalah dengan artis-artis Korea Selatan,” ujar Bima yang disambut tawa ribuan pengunjung.
“Setelah pada hari Minggu kuturut ayah ke kota dan naik delma kududuk di muka, sekarang kita mau mendengarkan dongeng dari Bunda Inge. Siapa yang mau mendengar dongeng. Yuk…kita panggil bareng-bareng, Bunda Inge…Bunda Inge,” ajak Bima yang memandu PDJ 2022 mulai pukul 08.30 sampai 12.00.
Bunda Inge, seorang pendongeng dari Surabaya, setelah naik panggung langsung menyapa anak-anak dan para penyuka dongeng. “Halo anak-anak. Halo ibu-ibu. Kalian keluarga yang hebat. Ayuk sebelum mendengarkan dongeng, kita nyanyi bareng-bareng dulu,” ujar Bunda Inge yang tampil dengan gitar kecilnya.
Mendung terus menyelimuti hutan pinus di Mangunan dan sekitarnya, sejak pagi hari. Tetapi mendung tanpo udan, seperti lagu yang dipopulerkan Ndarboy Genk. Tidak terlihatnya sinar matahari, dari pagi sampai siang, membuat suasana pegelaran dongeng terasa nyaman. Hampir semua penonton tidak beranjak dari tempat duduknya.
Puluhan anak-anak bisu tuli yang menempati tempat duduk di sisi timur Amphytheater Sekolah Hutan Pinus Sari, tampak gembira menikmati penampilan para penutur terkenal, seperti Paman Gery, Kak Bimo, Mbak Reda, dan pantomimer Pak Broto cs. Saat menyaksikan pagelaran dongeng, anak-anak disabilitas dipandu oleh seorang peraga.

Ketika Pak Broto naik ke atas panggung dan mengantarkan pementasan dongeng tanpa suara, hanya dengan gerak, dia memanggil dua pantomimer Dodi (bertubuh kecil) dan Wahyu (bertubuh besar). Menariknya Pak Broto juga mengundang seorang pemandu anak-anak bisu tuli untuk ikut naik ke atas panggung. Tentu saja perhatian pantomimer terhadap anak-anak disabilitas ini mengundang tepuk tangan para penikmat dongeng.
Aksi Dodi si pantomimer bertubuh kecil mengundang tawa penonton. Apalagi saat mereka bersolek menyisir rambutnya, kemudian juga saat berdoa sebelum makan. Tawa menjadi pecah, saat Dodi dan temannya yang bertubuh besar, melewati jembatan gantung. Dengan kelincahannya, si kecil berhasil melewati jembatan. Namun yang bertubuh besar, karena tidak mampu menjaga keseimbangan tubuhnya, maka tercebur ke sungai.
Adegan gerakan tanpa suara dari para pantomimer itu, membuat anak-anak bisu tuli tertawa dan wajahnya terlihat riang gembira. Mereka memang tidak bisa mendengar dan berbicara, tetapi anak-anak disabilitas punya perasaan dan hati. Anak-anak tampak senang dan terpuaskan dengan penampilan para penutur yang dihadirkan Rumah Dongeng Mentari.
Setelah penampilan komunitas Desa Timun dengan animasi wayangnya, Mbak Reda dengan suara merdunya, Pak Singgih dengan ceritanya, dan Paman Gery dengan jenakanya, sebagai penampil terakhir Kak Bimo memikat dengan karakter suaranya. Sepertinya Kak Bimo sebagai gong atau puncak pagelaran dongeng Jogja.
Pendongeng asal Yogyakarta, Kak Bimo, berhasil memikat anak-anak dengan suara yang menirukan berbagai suara binatang, seperti gajah, anjing, ular, ayam, srigala, dan lainnya. Dia juga berhasil memikat anak-anak dengan suara khas tokoh kartun dan suara helikopter serta suara alam yang tidak asing bagi anak-anak.

Penampilan para penutur pada PDJ 2022 tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan mencerahkan para penonton. Tanpa menggurui, para pendongeng, menanamkan karakter baik pada anak-anak. Pagelaran dongeng Jogja menampilkan penutur terbaik, menyajikan keindahan alam, menanamkan nilai-nilai kebaikan, dan menawarkan konsep baru dalam seni pertunjukan dongeng.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan salut kepada Founder Rumah Dongeng Mentari (Arum, Ayu, Rona), dan berbagai pihak yang mendukungnya, apresiasi yang tinggi layak dihaturkan kepada ketua panitia (Andi Lutfiyah Nada Salsabila) dan sekretaris (Dian Laila Widyawati) serta para volunteer RDM yang dengan sungguh-sungguh, ikhlas, dan profesional menyelenggarakan Pagelaran Dongeng Jogja pada Minggu 11 September 2022. Selamat, Anda semua layak menjadi pemimpin dan penggerak masa depan bangsa dan negara tercinta Indonesia. (*)