Pengurus Pokdarwis Green Kayen berencana menjadikan destinasi wisata yang dikelolanya sebagai tempat koleksi tanaman langka. Saat ini sudah mulai ditanam beberapa pohon langka yang terkait dengan nama tempat, seperti pohon Wuni (Karangwuni), pohon Mojo (Karangmojo), pohon Ringin (Ringinharjo), pohon Bendo (Karangbendo), dan lainnya. Tertanam juga pohon perindang Sumbu Filosofis Yogyakarta, pohon Asem dan pohon Gayam.
Sekretaris Pokdarwis Green Kayen, Rahmat Tri Sulistyo, mengungkapkan rencananya pengelola segera merealisasikan diorama hidup di Green Kayen. “Di sini ada lahan sekitar 8.000 meter persegi yang bisa dimanfaatkan untuk penanaman pohon yang sekarang langka,” ujar Mamat yang saat ini bekerja di Lab Tanah Fakultas Kehutanan UGM, Sabtu 19 Oktober 2024. Mamat menjadi salah satu dari 25 peserta Sekolah Jurnalisme Desa di Green Kayen, Sabtu dan Minggu 20 Oktober 2024.
Menurut Mamat, pihak Pokdarwis Green Kayen sudah mendata tanaman apa saja yang sudah ada di Green Kayen, meliputi pohon langka yang ada historinya dengan daerah, pohon komoditas, dan pohon rempah. Pihaknya sudah mulai menanam, termasuk dua pohon perindang yang ditanam Pangeran Mangkubumi di sepanjang jalan Sumbu Filosofis Yogyakarta.
Dua pohon perindang yang terkait dengan konsepsi Hamemayu Hayuning Bawono itu, pohon Asem (Tamarindus Indica) dan pohon Gayam (Inocarpus Edulis). Pohon Asem melambangkan daya tarik. Sedangkan pohon Gayam melambangkan keteduhan.
Pohon yang sudah ada di Green Kayen, antara lain pohon Jati, Salam, Bendo, Belimbing, Mangga, Kelengkeng, Tabebuya, Wuni, Nongko, Sukun, Mlanding, Pete, Duren, Gayam, Pring Apus, Pring Wulung, Pring Ori, Pring Ijo, Jambu Kristal, Mahkota Desa, Kecrutan, Gamal (Kleresede), Awar-awar, Flamboyan, Sonokeling, Waru, Wadang (Bayur), Ploso, Pakel, Elo, Beringin, Jati Belanda, Ampelas, Ketepeng, dan Kaliandra.
Sedangkan pohon langka yang ada histori dengan daerah, antara lain pohon Gayam, Bendo, Timoho, Mentaok, Cangkring, Asem, Pule, Wuni, Tanjung, Waru, Mojo, Kelor, Tanjung, Kemuning, dan Sawo. “Di kota Yogyakarta ada kampung Gayam, Timoho, Karangwuni, pasti dulu di tempat itu ada banyak tanaman Gayam, Timoho, dan Wuni,” jelas Mamat.
Berdasarkan pendataan Pokdarwis Green Kayen jenis pohon komoditas, antara lain Duwet, Sawo Kecik, Kepel, Manggis, Jambu Dursono, Kopi, Teh, Karet, Nogosari, Kakao, Mlinjo, Kalimosodo, dan Bisbul (mentega). Selanjutnya pohon rempah (bumbu), antara lain Cengkeh, Pala, Kayu Manis, Secang, Salam, Kemiri, Kare, Suji, Kluwek, dan Jengkol.
Pokdarwis Green Kayen berencana merealisasikan terwujudnya diorama hidup berisi berbagai jenis pohon, khususnya pohon langka di area Green Kayen. Nanti selain untuk pelestarian, juga untuk edukasi dan berfungsi juga sebagai salah satu paru-paru Kota Yogyakarta.
Tokoh Wana Wisata Mangunan, Purwo “Ipung” Harsono saat menjadi narasumber pada Sekolah Jurnalisme Desa di Joglo Green Kayen, Sabtu (19/10/2024) menyarankan pengelola Green Kayen Condongcatur untuk riset atau mencari tahu, pohon apa saja yang ditanam dan menjadi perindang Sumbu Filosofis Yogyakarta.
Apa saja pohon yang ditanam di pinggir jalan sepanjang jalan Sumbu Filosofis Yogyakarta, mulai dari Panggung Krapyak, Kraton, sampai Tugu Pal Putih. Selain pohon yang dulu ditanam di sepanjang Jalan Margatama, Malioboro, dan Margamulya, di sekitar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga ditanami pohon perindang dan aneka vegetasi yang memiliki makna dalam kehidupan.
Ketua Pokdarwis Green Kayen, Dadang Hermawan, mendengarkan dan mencatat apa yang dikemukakan Purwo “Ipung” Harsono, tokoh di balik kesuksesan pariwisata Mangunan. Dia bersama pengurus Pokdarwis Green Kayen segera merealisasikan gagasan dan berupaya mewujudkan Green Kayen menjadi wisata hijau, mengoleksi tanaman langka, dan menjadi pelestari lingkungan, khususnya tanaman dan air.
Pengembangan wisata desa, khususnya di Green Kayen, menitikberatkan pada upaya konservasi, pelestarian alam, tanaman, sumber air, tradisi, dan seni budaya lokal. Kelak ada agenda atau event rutin yang terkait dengan alam, seperti Tirto Mukti Rekso Bumi. Berupaya meraih kesejahteraan dengan merawat bumi, dilengkapi dengan upacara adat, kirap, prosesi mengambil air di sendang (mata air) oleh tujuh perempuan berkebaya, untuk menyirami tujuh pohon langka di Green Kayen. (Ono)