MUSEUM pribadi TB. Silalahi Center yang beralamat di Jalan Pagar Batu 88 Desa Silalahi, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara, tidak hanya menyimpan dan menampilkan Jejak Langkah dan Sejarah Tiopan Bernhard Silalahi, tetapi juga sejarah Suku Batak. Karena dalam area kompleks museum ini terdapat Huta Batak atau Batak Village.
Kawasan Huta Batak berada di belakang bangunan museum. Di dalam Batak Village ini terdapat beberapa bangunan Ruma dan Sopo yang dibuat pada abad ke-18 atau awal abad-19. Selain itu juga terdapat peralatan nelayan dan pertanian yang digunakan nenek moyang Suku Batak. Saat pengunjung merasakan nuansa kehidupan Suku Batak, juga terlihat indahnya Danau Toba.
Memasuki Huta Batak, pada Selasa 21 Maret 2023, pewarta desa membayangkan berada di sebuah desa yang hidup dengan adat istiadat Suku Batak tempo dulu. Tempat tinggal, halaman rumah, dan peralatan untuk menghidupi keluarganya sangat tradisional. Namun penuh kearifan lokal.
Bentuk Ruma yang disumbangkan oleh keluarga TP. Silaen dari Kecamatan Silaen, memiliki nilai historis yang tinggi. Ruma ini ditata sehingga menyerupai gambaran rumah seorang nelayan dimana Tombara rumahnya berisi alat-alat nelayan seperti solu, bubu, dan lainnya. Ruma ini dibangun pada abad ke 18 dan disumbangkan ke TB Silalahi Center pada tahun 2006.
Semua rumah adat di Huta Batak tersebut merupakan sumbangan dari keluarga-keluarga yang sangat perhatian terhadap kelangsungan sejarah Suku Batak. Sehingga mereka bersedia merelakan Ruma maupun Sopo warisan keluarga untuk dirawat di TB Silalahi Center.
Sedangkan bangunan Sopo disumbangkan oleh Marga Tambunan melalui Bapak Batara Tambunan dari Desa Tambunan Lumban Pea. Sopo ini sudah memiliki dinding yang dimaksudkan untuk tempat tinggal. Selain menjadi lumbung bahan makanan. Beberapa perbaikan sudah dibuat dengan penggunaan atap baja bergelombang.
Bagian bawah yang disebut Tombara difungsikan sebagai penyimpanan peralatan kerja atau sebagai kendang ternak (ayam, kerbau, dll). Pada Sopo ini dapat disimpulkan bahwa yang menghuni adalah seorang petani karena pada bagian Tombara disimpan peralatan pertanian.
“Berkunjung ke museum TB. Silalahi Center, kita tidak hanya mengenal jejak langkah Bapak TB Silalahi dan sejarah Suku Batak saja, tetapi kita juga mengenal Zodiak Batak. Ternyata Suku Batak juga punya zodiak sendiri,” ujar Anggita Mahyudani Rangkuti, salah seorang pengunjung dari Mandiling Natal, Selasa (21/3/2023).
Zodiak Batak terdiri dari 12 zodiak, meliputi Marumba (bergambar gentong atau tempat air) 9 Februari – 10 Maret, Mena (ikan) 11 Maret – 12 April, Gorda (kepala kambing) 13 April – 14 Mei, Marsoba (kupu-kupu) 15 Mei – 16 Juni, Nituna (selang) 17 Juni – 18 Juli, Makara (kepiting) 19 Juli – 20 Agustus, Babiat (kepala singa) 21 Agustus – 22 September, Hania (burung elang) 23 September – 24 Oktober, Tola (pohon) 25 Oktober – 26 November, Martiha (Gedung) 27 November – 28 Desember, Dano (nyala api) 29 Desember – 30 Januari, Harahata (cecak) 31 Januari – 8 Februari.
Dalam kesempatan itu, Anggita Mahyudani Rangkuti juga memaparkan Suku Batak terdapat beberapa macam, antara lain Batak Toba, Karo, Tapanuli, Mandailing, Pakpak, Simalungun, dan Angkola. Selain itu juga ada sejumlah Marga. Suku Batak itu jalinan kekeluargaannya sangat tinggi. “Kalau di perantauan bertemu dengan satu Marga, maka dianggap keluarga dan biasanya diberi makan,” tegas Anggita yang menempuh studi di Yogyakarta.
Jejak peradaban Suku Batak, antara lain ada di Museum TB. Silalahi Center. Sangat sayang jika generasi muda, khususnya yang tinggal di sekitar Danau Toba Sumatera Utara, tidak mengenal adat istiadat nenek moyangnya. Sejumlah tokoh nasional di negara tercinta Indonesia yang berkarakter jujur, tegas, berani, dan penuh kekeluargaan itu berasal dari Suku Batak. Maka berbanggalah bangsa Indonesia yang berketurunan Batak. (Ono Jogja)