KEBUMEN – Difabel atau kalangan berkebutuhan khusus di ruang sosial seringkali kurang mendapatkan tempat. Orangtua yang dianugerahi anak berkebutuhan khusus banyak yang mulanya ngedrop, bahkan mereka menarik diri, enggan bersosialisasi.
“Dikaruniai seorang anak berkebutuhan khusus, membuat saya ingin membuat komunitas atau perkumpulan. Sebagai orang tua mulanya sedih dan tak berpikir tentang kehidupan sosial sebab dikaruniai anak berkebutuhan khusus. Tetapi akhirnya, semua menyatu dan tumbuh kekuatan. Terbentuklah Komunitas Difabel Kebumen (KDK),” kata Muinatul Khairiyah, pendiri KDK kepada wiradesa.co, Rabu, 24 Februari 2021 di Pendopo Rumah Inklusif.
Dari Komunitas Difabel Kebumen, kemudian berubah menjadi Rumah Inklusif pada 2014. Menurut Muinatul Khairiyah atau biasa disapa Iin, KDK berubah menjadi Rumah Inklusif karena anggotanya merasa eksklusif dengan nama komunitas. Perubahan nama tersebut membawa harapan agar ke depan perkumpulan dapat tumbuh menjadi inklusif. Inklusif sendiri berarti semua butuh bersama, hidup bersama dan mengajarkan kepada orang lain kebersamaan.
Rumah Inklusif beralamat di Jalan Tentara Pelajar Gg Fajar RT 01 RW 1, Desa Kembaran, Kebumen. Bangunannya sederhana. Di dalam rumah terdapat galeri keluarga inklusif, dilengkapi sebuah pendopo. Penataan tempat membuat suasana kekeluargaan semakin kental. “Sampai saat ini yang sudah bergabung dengan Rumah Inklusif sebanyak 50 keluarga,” imbuhnya.
Kegiatan Rumah Inklusif rutin dilaksanakan setiap Minggu. Setiap pertemuan membahas tentang motivasi dan berdiskusi dengan keluarga inklusif. “Harapannya, anak-anak menjadi tumbuh kembali semangatnya,” urai Iin. Selain itu, jenis kegiatan lainnya seperti mujahadah tiap Jumat Pon dan buka puasa bersama tiap Ramadan.
Pada 2017, Rumah Inklusif mendapat kunjungan dari Komunitas Batik Jakarta. Komunitas tersebut mengajari keluarga inklusif membatik. Akhirnya, dari kegiatan ini lahirlah batik pegon. Batik yang menceritakan tentang keluarga inklusif. “Semua telaten, tekun dan penuh semangat,” tuturnya. Hasil karya batik pegon kemudian diletakkan di galeri Rumah Inklusif. Nantinya, akan diperlihatkan kepada pengunjung yang singgah ke Rumah Inklusif.
“Bergabung dengan Rumah Inklusif menambah teman, ilmu dan pengalaman,” ujar Muslihin atau biasa disapa Iyin, salah satu anggota keluarga inklusif. Oleh sebab itu, Rumah Inklusif dijadikan sebagai wadah berkumpul disabilitas. Tempat untuk saling mencurahkan isi hati serta rumah yang berfungsi membesarkan jiwa manusia.
Kehidupan yang akan datang semakin inklusi. Segala tindakan tidak hanya omong belaka, tetapi dibuktikan secara nyata. Sebagai orangtua selalu memberi semangat dan menjaga anak, itulah hal terhebat. (Nur Anggraeni)