SLEMAN – Perbedaan agama tidak menghalangi para mahasiswa Yogyakarta untuk berkolaborasi. Bagi calon pemimpin masa depan Indonesia ini, perbedaan itu rahmat dan justru akan memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk saling memahami dan menghormati keyakinan, para mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), dan Universitas Sanata Dharma (USD) menggelar Sekolah Toleransi.
Sekolah Toleransi yang dilaksanakan Himpunan Mahasiswa Studi Agama-agama UIN Sunan Kalijaga selama dua hari (15-16 Oktober 2022) di Joglo Salak, Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta bertema “Agama, Demokrasi dan Pluralisme”. Pesertanya, mahasiswa Studi Agama-agama dan beberapa mahasiswa program studi lain.
Suasana yang asri menyambut peserta saat turun dari bus pada Sabtu (15/10/2022) pukul 09.02 WIB. Sekolah Toleransi diawali dengan sesi seminar bertajuk “Dilematik Agama Dalam Konstruk Mayoritas dan Minoritas”. Dibuka Dr. Dian Nur Anna S.Ag., M.A., dilanjutkan pemaparan dua narasumber, Bambang Purnama S.E., M.Si, Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Yogyakarta dan Erham Budi Wiranto S.Th.I., M.A., Dosen Studi Agama-agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penjelasan yang mudah dipahami diselimuti hawa sejuk memantik antusiasme peserta. “Sejatinya seluruh manusia terbuat dari unsur dan elemen yang sama. Tidak ada yang membedakan, diksi mayoritas dan minoritas hanyalah konstruk politik yang memiliki kepentingan,” papar Bambang Purnama.
Adzan Dhuhur menghentikan pemaparan Bambang Purnama dan kemudian ia lanjutkan kembali setelahnya. Disambung dengan sejarah konstruk yang dijelaskan oleh Erham Budi, dengan makalah berjudul “Geneologi Mayoritas dan Minoritas”. Ia presentasikan selama kurang lebih 30 menit. Para narasumber disambut lontaran pertanyaan sebelum Wika Fitriana Purwaningtyas S.Ag., (Moderator) mengakhiri sesi ini.
Setelah sholat dzuhur dan makan, acara dilanjutkan dengan sarasehan. Diawali oleh Syaidurrahman Alhudzaifi (presiden mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Kemudian dilanjutkan oleh dua dosen muda (Arafat Noor Abdillah. S.Th.i., M.Ag., dan Derry Ahmad Rizal M.A.). Materi pada sesi ini mengarah pada “Epistemologi Paradigma Studi Agama-agama”.
“Mahasiswa Studi Agama-agama seharusnya sudah tidak lagi melihat agama sebagai keyakinan atau syariat saja, namun harus bisa melihat kompleksitas agama, jika melihat agama sebagai syariat saja ya lebih baik masuk fakultas syariat,” jelas Arafat, diikuti gelak tawa audiens. Menurutnya mahasiswa Studi Agama-agama harus bisa menjadi gelas kosong, sebab jika mahasiswa masih menggunakan paradigma Islam, materi agama lain akan mental dan susah diterima.
Sesi sarasehan sangat interaktif, forum yang santai tanpa sadar terajut. Pertanyaan demi pertanyaan dijawab bergantian oleh para pembicara, para pemateri juga memberi arahan untuk peserta sebelum mereka berinteraksi di gereja pada hari ke-dua Sekolah Toleransi. “Gereja juga tempat yang disakralkan oleh umat Kristen, mahasiswa Studi Agama-agama harus menjaga etika sebagaimana kita mensakralkan masjid,” jelas Derry. Sarasehan diakhiri dengan pemberian cendera mata.
Selanjutnya peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mengikuti sesi Forum Group Discussion (FGD) untuk memfollow up dan merefleksikan materi-materi yang telah mereka dapatkan, dipandu oleh mahasiswa senior Studi Agama-agama sebagai fasilitator. Disambung dengan mendiskusikan dua teks kitab suci (Al-Qur’an & Bible) atau biasa disebut Scriptural Reasoning. Beberapa mahasiswa mengaku baru pertama kali membaca Bible.
Semakin malam acara semakin seru. Api unggun dinyalakan, para peserta melingkarinya kemudian bernyanyi Bersama. Sesi ini juga diisi dengan Pentas Seni. Pembacaan puisi, drama, alunan musik dan lain sebagainya ditampilkan oleh peserta. Sesi ini juga diramaikan dengan musikalisasi puisi dan monolog bertajuk “Cinta Beda Agama” yang ditampilkan oleh GAZEBU (Garda Seni Budaya PMII Pembebasan). Keseruan ini tanpa terasa mempercepat jarum jam. Peserta pun diminta kembali beristirahat di kamarnya masing-masing.
Pagi hari lepas sholat subuh peserta kembali ke halaman utama untuk bermeditasi. Peserta bersama-sama mengolah jiwa sebelum kemudian berolahraga. Udara sejuk bebas dari kebisingan membawa peserta pada ketenangan, mereka diminta untuk mengatur nafas dan mengosongkan pikiran. “Masa lalu sudah berlalu, masa depan masih misteri, kita adalah sekarang. Rasakan dan nikmati tiap tarikan nafas,” ucap Yuniar sebagai pemandu.
Sesi ini juga diisi dengan perenungan-perenungan. “Keragaman adalah anugerah, namun sejatinya manusia itu sama, tidak ada yang membedakan, semuanya adalah hamba Allah, bahkan rumput yang kalian duduki,” ujar Nibrosi. Sholawat bersama mengakhiri meditasi.
Semangat Kolaborasi
Setelah olahraga peserta diminta untuk bergegas sarapan dan bersiap-siap untuk melanjutkan Sekolah Toleransi di Seminari S.T. Paulus, Kentungan. Foto bersama sebagai menutup kegiatan di Joglo Salak. Minggu (16/10/2022) pukul 10.00 WIB bus sampai di Seminari, hari kedua Sekolah Toleransi dibersamai oleh mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan Universitas Kristen Duta Wacana. Acara dilaksanakan di aula utama Fakultas Teologi USD.
Dimulai dengan sosialisasi SIM-C (Simpul Iman Community). SIM-C adalah forum mahasiswa lintas agama dari tiga fakultas kampus, yakni Fakultas Ushuluddin UIN SUKA, Fakultas Teologi USD dan Fakultas Teologi UKDW. “Forum ini akan kembali dihidupkan setelah mati suri saat masa pandemi,” terang Frather Bles sebagai wakil SIM-C.
Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok lintas agama. Forum ini para peserta dapat sharing dan bertukar pengalaman bersama mahasiswa USD dan UKDW. Kelompok ini juga ditugaskan untuk mempersiapkan drama yang akan ditampilkan. Setiap kelompok diberikan tema masing-masing oleh panitia.
“Ya… Kita panggil kelompok tiga dengan tema ‘susahnya membangun rumah ibadah’,” teriak Deboora dan Anggun (mahasiswa UKDW) sebagai pembawa acara. Kelompok tiga pun menampilkan pertunjukannya. Mereka memperagakan betapa susahnya umat minoritas membangun rumah ibadah. Pertunjukan demi pertunjukan ditampilkan bergantian. Perbedaan keyakinan tidak menghalangi kolaborasi mereka. Gelak tawa sesekali memecah keheningan. Juri sibuk menilai penampilan mereka. Hadiah juga telah disiapkan panitia.
“Berbeda dengan tahun lalu, Sekolah Toleransi tahun ini kita konsep sistematis dan bertahap. Mulai dari pemahaman materi, pemahaman paradigma, refleksi dan analisa, hingga puncaknya implementasi yaitu interaksi dan kolaborasi langsung bersama umat yang berbeda keyakinan,” jelas Fadhil, ketua panitia Sekolah Toleransi.
Dua hari berlalu, dinamika belajar dan keseruan bersama-sama dilewati. Minggu pukul 16.00 WIB kegiatan Sekolah Toleransi ditutup dengan clossing ceremony oleh perwakilan USD, UKDW, dan UIN Suka serta ditutup langsung oleh Ikhwanuddin, Ketua Himpunan Mahasiswa Studi Agama-agama secara simbolik kemudian diikuti oleh tepuk tangan seluruh peserta. (Avisenna)