BANTUL – Sanggar Inovasi Desa (SID) terus bergerak. Saat ini tengah mendampingi 20 desa di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Ahmad Mizdad Hudani, Direktur Eksekutif SID, saat ditemui pada Kamis, 15 April 2021 di kantor SID kawasan Kampoeng Mataraman terlihat tengah bersama rekan kerjanya yang sama-sama sibuk di depan laptop.
Dengan lapang dada, Mizdad menghentikan sementara aktivitasnya untuk kemudian berbincang dengan wiradesa.co. Pria yang akrab disapa Mizdad mengungkapkan, SID didirikan pada Desember 2019 dan diresmikan oleh Kementerian Desa pada 5 Januari 2020.
Menurut penuturan Mizdad, munculnya gagasan SID tersebut bermula dari banyaknya praktik-praktik baik yang dilakukan Wahyudi Anggoro Hadi selama menjabat sebagai Kepala Desa Panggungharjo. Saat itu, banyak tamu yang datang ke Desa Panggungharjo untuk belajar tentang pengelolaan desa.
Akan tetapi, karena praktik baik itu belum terstruktur secara rapi sehingga belum bisa direproduksi menjadi pengetahuan baru. Akhirnya orang yang datang ke desa tersebut hanya bisa mengetahui sekilas saja. Dalam artian tidak sepenuhnya belajar tentang cara mengelola desa.
“Di kelurahan sini punya peta kemandirian desa, tetapi dulunya belum tersusun rapi. Jadinya, orang yang datang ke sini untuk belajar jadi kurang mendalam,” kata Mizdad, pria kelahiran Kediri tersebut.
Maka, hadirnya SID ialah untuk menstrukturkan ide maupun praktik baik yang sudah ada, agar bisa direproduksi menjadi pengetahuan. Serta untuk direplikasi ke desa-desa lain.
Ruang Gerak SID
Semula, embrionya SID berasal dari Panggungharjo. Sebab yang memprakarsai gagasan tersebut juga orang-orang dari Panggungharjo. Saat ini, SID secara struktur berbentuk yayasan, bukan di bawah Pemerintah desa (Pemdes) maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Gerakan SID mencakup skala nasional dengan mengusung visi menjadi wahana ekosistem inovasi desa. Untuk saat ini, SID sedang mendampingi 20 Desa di Kabupaten Berau, Kalimatan Timur. “Jadinya (ruang gerak) ya seluruh desa di Indonesia,” ujar Mizdad.
Mizdad mengungkapkan, konsep SID yang sudah diresmikan kala itu belum berjalan karena munculnya Covid-19, tetapi masih tergabung milik desa. Berselang kemudian, digelar kongres kebudayaan desa.
”Tapi memang karena awal kami baru menyusun konsep, lalu ada Covid, akhirnya tidak terselenggara semua. Baru bisa menyelenggarakan pendampingan lagi akhir 2020. Jadi yang di Berau dari Desember 2020. Dari proses, diskusi, koordinasi, kemudian tereksekusi Januari tahun ini,” terang Mizdad.
Pilar Kemandirian Desa
Untuk bisa menuju kemandirian desa, kata Mizdad, ada 3 pilar utama yang perlu dijalankan. Yaitu tentang tata kelola pemerintah desa, tata kelola ekonomi diwujudkan dengan adanya BUMDes, serta tata kelola data. Kemudian include dari 3 pilar tersebut lebih ke bagaimana pengelolaan inovasi yang ada di desa.
Setiap tata kelola, ada banyak hal yang bisa dilakukan pemdes. Mulai dari bagaimana menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), bagaimana menyusun visi dan misi desa, disertai adanya pendampingan.
Tujuan utamanya jelas, lanjut Mizdad, yaitu agar suatu desa bisa mandiri secara politik melalui BUMDes, kemudian data menjadi basis perencanaan di pemdes maupun BUMDes. ”Jadi kalau untuk dana desa, kami mendampingi pengelolaan, bukan sebagai pengontrol. Hanya mendampingi bagaimana mengelola dana desa agar tepat sasaran,” ucap Mizdad.
Mizdad mengatakan, paling tidak, kemandirian suatu desa bisa dilihat dari Desa Panggungharjo. Namun, bukan berarti saklek harus meniru Panggunggharjo. Melainkan, rumusan yang telah diterapkan di Panggungharjo sudah terbukti dan cukup berhasil menjadikan desa lebih inovatif.
“Persisinya, saling belajar. Ketika kami melakukan pendampingan, ternyata yang kami dampingi punya ide yang otentik dan menarik untuk dibuat pembelajaran lagi. Jadi belajar dari mereka,” imbuh Mizdad.
Menyinggung pemerintahan di desa Panggungharjo, Mizdad menguraikan, program di desa tersebut cukup banyak. Mulai dari segi kepemimpinan, ada 5 kapasitas dasar pemdes, kemudian bagaimana proses politik dijalankan secara bersih.
Ditambah, ada reformasi birokrasi, serta BUMDes yang pernah mengalami masa jaya sebelum Covid-19, dan pengelolaan sampah dengan menerapkan konsep desa tanpa Tempat Pembuangan Sampah (TPA). (Septia Annur Rizkia)