Syawalan, Warga Buluspesantren Gelar Tradisi Gerobakan

Masyarakat bersama-sama pawai dengan kendaraan gerobak (Foto: Wiradesa)

KEBUMEN – Masyarakat Buluspesantren masih merawat tradisi Gerobakan. Tradisi unik tiap Syawalan. Masyarakat bersama-sama pawai dengan kendaraan gerobak, ditarik pakai kuda.

“Gerobakan masih dilestarikan sebagai sarana merawat budaya berupa jalan bersama memakai gerobak. Nantinya ada anak-anak yang naik di atas gerobak,” kata Harun Slamet Riyadi, ketua acara gerobagan, kepada wiradesa.co, Senin, 17 Mei 2021.

Dulu saat belum ada moda transportasi modern, masyarakat ketika ingin silaturahmi mengandalkan kuda dan gerobak. Kuda dan gerobak juga lazim digunakan sebagai alat transportasi untuk pergi ke pantai. Kebiasaan masyarakat zaman dahulu digelar setahun sekali lewat tradisi gerobakan.

Menurut Harun, di samping sebagai sarana eksistensi budaya, gerobakan juga untuk sarana silaturahmi. “Warga bersama pergi menggunakan gerobak yang ada kudanya untuk bersilaturahmi. Lokasi tujuan utamanya ke Pantai Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren,” paparnya.

Disampaikannya, selain silaturahmi, kegiatan ini memberikan makna sejajar mlaku bareng kanggo ngurip-uripi tradisi. “Bukan hanya itu, acara gerobakan bisa menjadi potensi wisata yakni sebagai tontonan warga. Pasalnya, acara gerobakan pawainya menarik perhatian,” imbuh Jamaludin, warga Sidomoro yang mengikuti tradisi gerobakan. Peserta yang mengikuti gerobakan berasal dari beberapa desa di Kecamatan Buluspesantren. Mereka berinisiatif sendiri mengikuti gerobakan.

Baca Juga:  Leo: Lagu Jogjakarta Wujud Kecintaanku terhadap Kota Yogyakarta
Gerobakan sebagai sarana silaturahmi (Foto: Wiradesa)

Rute yang dilewati dari Banjaran Indrosari, Ampih, Jogopaten, Klapasawit, Arjowinangun, Sangubanyu, Bocor dan finish di Pantai Setrojenar. Jumlah peserta yang ikut kurang lebih15 desa dan diikuti gerobak hias sebanyak 30 unit.

“Start dimulai pukul 09.00. Titik temu berada di desa masing-masing. Apabila ada perwakilan desa yang ingin mengikuti mereka menunggu di rute terdekat yang akan dilewati,” ucap Harun saat dijumpai setelah selesai gerobakan di Pantai Setrojenar. Semua peserta saling bekerja sama untuk menarik kuda gerobak secara bergantian. Warga sangat menanti tradisi gerobakan. Selain unik, kegiatan yang masih khas tetap diadakan. Ada juga yang lari untuk mengatur lalu lintas membuat gerobakan beda dari yang lainnya. Intinya dalam gerobakan semua sedulur selamanya dan saling menjaga.

Gerobakan rutin digelar beberapa desa. Eko Wahyudi, warga Ampih mengamati dari tahun ke tahun pengelolaan acara gerobakan senantiasa meningkat. Hal itu menurutnya tak lepas dari kemudahan komunikasi lewat jaringan media sosial, dibentuk paguyuban gerobakan agar penyelenggaraan ke depan makin rapi.

Baca Juga:  SMA Negeri 1 Pejagoan, Bersiap Menerima Peserta Didik Baru

Eko menyebut, penyelenggaraan tahun lalu sempat terhenti sebab pandemi. “Tahun ini bisa diselenggarakan sehingga kegembiraan warga pecah menyambut datangnya tradisi Syawalan ini,” tuturnya.

Biasanya tradisi Syawalan gerobakan dilaksanakan pada hari ke-2 Lebaran. Gerobak dan kuda milik warga, bisa pula sewaan. Ada kuda yang disiapkan sebagai kuda joget, ada pula kuda yang sehari-hari diperuntukkan untuk usaha narik dokar dari dan ke pasar. Agar menarik, gerobak dihias dilengkapi sound system memutar lagu-lagu dangdut favorit agar suasana makin semarak. Menempuh rute sekitar 10 km, satu gerobak dinaiki 10-15 anak hingga remaja. Untuk pembiayaan selain dari iuran warga, tak jarang para perantau sukses di Jakarta dan kota besar lain ikut andil memberi sumbangan. (Nur Anggraeni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *