Tantowi Yahya: Pariwisata Memberi Kemakmuran Langsung Kepada Masyarakat

Tantowi Yahya (kiri) tampil dalam Bincang Wisata mengangkat tema Majukan Wisata Lokal Memakmurkan Ekonomi Rakyat' dalam Menyongsong Hiruk Pikuk Wisata Kulonprogo dengan adanya YIA. (Foto: Wiradesa)

KULONPROGO – Sukses pengembangan pariwisata ditentukan tiga hal. Pertama atraksi wisata, kedua aksesibilitas dan ketiga infrastruktur. Faktor manusia dianggap menentukan namun kini bukan menjadi yang pertama. Sejumlah negara dari sisi manusia kurang memenuhi syarat, seperti warga kurang ramah, ketus, toh wisatanya maju. Sebutlah Jerman, Hongkong.

Di era kekinian maju tidaknya pariwisata juga ditentukan dua hal lagi, selain atraksi, aksesibilitas dan infrastruktur yakni sustainabilitas serta teknologi. Paparan tentang elemen penting sebagai persyaratan yang harus dipenuhi agar wisata suatu daerah atau negara bisa maju dan bertumbuh diungkapkan Tantowi Yahya saat tampil dalam Bincang Wisata bertema ‘Majukan Wisata Lokal Memakmurkan Ekonomi Rakyat dalam Menyongsong Hiruk Pikuk Wisata Kulonprogo dengan Adanya Yogyakarta Internasional Airport (YIA)’.

Dalam acara yang digelar di Kawasan Tugu Malioboro YIA, Jumat 10 Februari 2023 Bincang Wisata dimoderatori KRMT Indro Kimpling dan dihadiri General Manager YIA Marsma TNI Agus Pandu Purnama diikuti para pelaku usaha pariwisata Kulonprogo.

Faktor sustainabilitas yaitu kesadaran menjaga alam dan lingkungan hingga bisa diwariskan kepada anak cucu ke depan kini menjadi tren yang sangat menentukan. Kelestarian alam, budaya, air bersih, langit hijau, hutan terjaga sungai bersih menjadi perhatian masyarakat global.

Baca Juga:  800 Siswa Belajar Membatik di Kampung Batik Giriloyo Desa Wisata Wukirsari

“Industri dan unit pariwisata yang tak mau mengekor kepada tren dunia tentang sustainabilitas, tak laku. Contoh wisata di Selandia Baru. Segala sesuatu di sana harus peduli lingkungan, peduli isu perubahan iklim, ramah lingkungan,” sambung Tantowi.

Komitmen kepada keberlanjutan atau sustainabilitas akan menjadi nilai jual bagi dunia pariwisata masa depan. “Pariwisata yang tak memedulikan lingkungan akan ditinggalkan,” lanjutnya. Setelah sustainabilitas, teknologi menjadi faktor krusial berikutnya bagi kepariwisataan. Keberadaan sarana WiFi, amsalnya, menjadi menu pokok. “Atraksi, aksesibilitas, infrastruktur, sustainabilitas, teknologi lima pilar kepariwisataan ke depan,” lanjutnya.

Menurut Tantowi tak ada bidang industri atau usaha apa pun yang punya imbas langsung kepada masyarakat kecuali pariwisata. Dia mencontohkan, orang jualan suvenir begitu laku langsung dapat uang. Sewakan homestay begitu turis cek out langsung bayar, demikian pula turis jajan di kafe, selesai langsung bayar. Maka berbahagialah masyarakat yang tinggal di wilayah yang punya potensi pariwisata. “Pariwisata memberi kemakmuran langsung kepada warga. Bila sudah tinggal di wilayah yang punya potensi wisata bagus, tapi tidak mengkapitalisasi ya salah sendiri,” ungkapnya.

Baca Juga:  Lewat Gelar Lomba Permainan Tradisional, Anak-anak Belajar Kerja Sama

Memakmurkan Masyarakat

Di samping memberi dampak langsung kepada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, wisata menularkan nilai dan kebiasaan baik kepada khalayak luas. Dicontohkan kebiasaan tegur sapa di jalan atau sarana publik di suatu negara bakal dinilai baik dan bisa menjadi kebiasaan yang ditiru tamu atau turis. Yang lebih penting, bagi masyarakat yang tinggal di suatu wilayah dengan karunia potensi wisata dan alam, mereka harus bersyukur. “Cara bersyukur dengan do something. Berbuat sesuatu,” timpalnya.

Tantowi Yahya pun memberi catatan, ada baiknya kebijakan lokal kembali dikuatkan. Harus ada garansi Yogya sebagai ibukota budaya Jawa. “Dulu tahun 1970 an, sentuhan Jawa sangat terasa di Yogya. Kini suasana hampir sama dengan kota-kota lain. Di pariwisata persoalan karakter sangat penting. Misalnya di Bali, orang membangun hotel ada aturan setempat ketinggian tak melebihi pohon kelapa,” tuturnya.

Dengan potensi alamnya, Kulonprogo menjadi tumpuan harapan. Investasi YIA sebagai bandara terbaik di Angkasa Pura 1, dibangun dengan anggaran Rp 12,5 triliun harus didukung agar tak menjadi aset yang sia-sia. “Jangan sampai pemerintah menyesal membangun fasilitas sedemikian megah tapi tapi rakyat kemudian tak support. Kini saatnya semua pihak berkolaborasi. Tren ekonomi mendatang adalah kolaborasi bukan kompetisi. Tak ada pekerjaan yang sukses dan megah tanpa kolaborasi,” tandas Tantowi.

Baca Juga:  Optimisme Pariwisata Indonesia di Tahun Naga

Tentang alam Kulonprogo yang masih asri dan belum dikelola maksimal, dalam konteks wisata, Tantowi menyebut hal itu sebagai satu daya tarik. Misalnya dengan membangun kawasan glamping atau glamor kamping. “Glamping butuh area yang luas. Dan itu sudah tak mungkin dibangun di kota. Bila Kulonprogo bisa hadirkan tempat seperti itu, orang akan berbondong-bondong. Bisa pula bikin agroturisme. Memang butuh pemikiran out of boks,” ucapnya.

Tantowi menggarisbawahi, di samping itu semua, industri pariwisata tak bisa lepas dari narasi cerita atau story. Yogya kaya akan cerita sejarah namun masih lemah dalam narasi atau cerita yang disampaikan kepada wisatawan. (Sukron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *