Terapkan Konsep Urban Farming di Atap Rumah, Daliman Motivasi Orang Desa Agar Menanam Cabai

YOGYAKARTA – Gang kecil yang terletak di pinggir jalan raya, sekitar 500 meter dari parkiran Abu Bakar Ali, mengantarkan ke Kampung Gemblakan Atas, Dn 1, Kelurahan Suryatmajan, Danurejan, Kota Yogyakarta. Tepat usai melewati pintu gerbang menuju perkampungan, terdapat tanaman hijau menyambut siapa pun yang melewati.

Sesampai di rumah nomor 353, Daliman, pemilik rumah menyambut. Dialah inisiator urban farming di atap rumah. Sebelum memperlihatkan tanaman, pria berusia 48 tahun ini, berhenti tepat di sekitar kolam lele yang berjumlah sekitar 200 ekor, yang baru dua bulan ia budidayakan. Saat pelet ia sebarkan ke dalam kolam tersebut, ikan-ikan lele pun saling menampakkan diri dan berebut makanan.

Tiap anak tangga yang mengantarkan ke perkebunan unik milik Daliman, juga dipenuhi dengan aneka sayuran yang ditanam dengan polybag. Meskipun dibesarkan di perkotan yang padat penduduk, bapak dari dua anak ini memiliki hobi menanam sedari kecil.

Lahan terbatas tidak lantas membuat Daliman berhenti menanam. Pria lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) Elektronika ini, memulai menanam di atap rumah sekitar 2006/2007. Saat itu berupa pohon anggrek dengan diselingi sayuran seperti kemangi, kangkung dan sawi.

Baca Juga:  Satgas Pangan Malang Cek Stok Sembako

Beberapa tahun kemudian, sekitar lima tahun lalu, Daliman mulai mencoba fokus membudidayakan tanaman cabai. Tidak hanya itu, siang hari, Rabu, 17 Maret 2021, saat Wiradesa.co berkunjung ke perkebunan di atap rumahnya, terlihat banyak ragam tanaman yang ia budidayakan. Seperti tomat, terong, kangkung, sawi, kol, jeruk nipis.

Selain itu, juga terdapat ruang-ruang yang disekat dengan tembok bata. Di antara ruangan tersebut, terdapat hewan peliharaannya. Saat itu ada ayam, burung, dan jangkrik. Ia juga menanam cabai di atas ruangan bertembok bata. Pemandangan dari perkebunan urban farming di atas atap pun terlihat mempesona.

Daliman memotivasi orang-orang desa agar menanam cabai (Foto: Wiradesa)

Menurut Daliman, segala jenis tanaman itu tidak pakem, termasuk cabai. “Adakalanya bagus, adakalanya jelek. Apalagi di musim penghujan, menanam cabai tidak mudah. Sering banyak yang rontok,” ucapnya.

Daliman juga terus dan berupaya menemukan inovasi baru agar tanaman cabai bisa bagus sepanjang masa. Ia pun tak segan untuk terus belajar dan meng-update kemampuan yang dipunya dengan semaksimal mungkin.

Daliman juga mengatakan, ia merasa senang jika harga cabai bisa naik. “Menurut saya, lebih menguntungkan kalau harganya mahal, tapi menanamnya memang susah. Kalau sekarang, saya nggak bisa panen banyak. Padahal, harga cabai saat ini bisa sampai Rp. 100.000/kg,” tuturnya sembari memperlihatkan pohon cabai yang berhasil ia tanam.

Baca Juga:  11 Fungsi Badan Pangan Nasional

Proses Penanaman dan Perawatan Cabai

Proses penanaman cabai di lahan maupun di polybag itu sama. Sebagaimana yang dituturkan Daliman, jika tak memiliki benih, maka bisa dengan membeli benih kemasan sachet. Untuk bisa dipindahkan ke dalam polybag, benih tersebut harus disemai selama 1 bulan.

Ketika sudah dipindah ke dalam polybag, tanaman harus dirawat dengan disiram dan dipupuk. Menyiraminya pun tidak boleh berlebihan, sehari cukup sekali. Untuk pemberian pupuk cair, seminggu sekali, sedangkan pupuk padat sebulan sekali. Pupuk cair tersebut bisa didapatkan dari kotoran hewan yang direndam, atau dari sampah sayuran.

Pemandangan dari perkebunan urban farming di atas atap tampak mempesona (Foto: Wiradesa)

Pohon cabai baru berbunga ketika berusia tiga bulan. Sudah bisa dipetik ketika berusia empat bulan. Setiap satu pohon cabai bisa menghasilkan cabai terus-menerus. Jika ditanam di polybag, pohon cabai bisa bertahan hidup sekitar satu tahun lebih. Berbeda dengan di lahan, pohon cabai mampu bertahan sampai dua tahunan.

Untuk mengatasi hama maupun jamur, Daliman menyemprotkan air tembakau ke tanaman. Ia juga mengeluhkan, karena berada di tengah perkotaan, selain lahan terbatas, juga harus membeli tanah terlebih dahulu sebagai media tanam. “Semacam tanah liat yang memang kandungannya bagus dan cocok buat menanam,” lanjutnya.

Baca Juga:  UGM Launching Matching Fund Patriot Pangan

Konsep Distribusi yang Dilakukan Daliman

Pria yang bekerja di dekorasi ini, memilih menjual hasil tanamannya, terutama cabai, ke desa yang ada di Bantul. Dalam hal ini, ia menerapkan konsep distribusi dari kota ke desa. “Orang kota saja, bisa jual ke desa. Saya ingin memberi motivasi agar yang tinggal di desa, yang punya lahan, juga tergerak menanam cabai. Soalnya cabai kan lebih rumit dibanding kangkung, bayam, maupun sawi,” tuturnya melanjutkan.

Di akhir obrolan, dibarengi gelak tawa, ia merasa senang jika apa yang dilakukannya bisa memberikan motivasi ke orang lain, terutama memanfaatkan lahan yang ada dengan menanam. (Septia Annur Rizkia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *