Warga Kroco Turun-temurun Bikin Sapu

Irayanti, salah seorang pemroduksi sapu dari Padukuhan Kroco (Foto: Wiradesa)

KULONPROGO – Produksi sapu dari bahan baku sabut kelapa alias sepet masih menjadi tulang punggung perekonomian keluarga bagi sebagian besar warga Padukuhan Kroco Sendangsari, Pengasih. Industri kecil rumahan sapu sabut kelapa dijalani bertahun-tahun bahkan berlangsung dari generasi sebelumnya.

“Saya mulai membuat sapu sejak 1997. Ikut jejak orangtua. Ibu saya sekarang juga masih aktif memproduksi,” kata Irayanti, warga Padukuhan Kroco RT 22 RW 12 Sendangsari, Pengasih kepada wiradesa.co.

Ditemui Selasa 19 Oktober 2021 petang, Irayanti menuturkan perihal sapu karyanya yang terserap ke sejumlah daerah terdekat seperti Godean, Bantul, Boyolali. “Mayoritas warga Kroco punya usaha sapu sabut kelapa. Ada yang di bagian pemrosesan bahan baku, produksi sapu, pengepul hingga pedagang atau pemasaran. Masing-masing sudah punya pelanggan dan daerah pemasaran sehingga tak saling bersaing dalam hal pemasaran,” katanya.

Bahan baku sabut kelapa yang masih segar antara lain disuplai dari pemasok di sekitar Wates. Sabut kelapa basah sehabis diambil kelapanya paling tidak dikirim ke pihaknya dalam sekali angkut hingga 1000 sabut kelapa. Oleh Irayanti sabut kelapa basah tak diolah sendiri tetapi dilimpahkan ke Kasilah, tetangganya. Oleh Kasilah dan sejumlah warga, sabut kelapa basah terlebih dahulu direndam pada kolam perendaman selama 3 bulan. “Setelah direndam 3 bulan lalu diangkat. Dilepas kulit luar. Dipukul-pukul hingga tersisa serat-serat sabut yang bisa dibikin sapu. Dijemur kering dan dioper ke saya untuk proses pembuatan sapu. Serat sabut siap rangkai jadi sapu saya beli Rp 14 ribu perkilo,” jelas Irayanti.

Baca Juga:  Warga Dampak-Sadang Syukuran Renovasi Makam

Dengan dibantu tiga orang tetangga dan sebagian lagi ada yang digarap di rumah, kapasitas produksi harian di tempat Irayanti antara 100 hingga 200 sapu sabut kelapa. Selain dijual lengkap dengan gagang sapu ada pula sapu yang dijual lepas gagang agar mudah dalam pengiriman.

Menurut Irayanti, dia dan suami Supariyanto awalnya memulai kirim ke sejumlah pedagang sapu dalam jumlah terbatas memakai sepeda motor. Kini seiring peningkatan jumlah pesanan dan kemampuan produksi serta tingginya serapan pasar, unit pemasaran sapu Irayanti beralih menggunakan mobil pick up bila kirim dalam jumlah banyak.

“Untuk stok di Boyolali minta pasokan rutin 1000-2000 sapu tanpa gagang. Mereka yang akan memasang gagang sendiri. Untuk memenuhi seluruh permintaan setidaknya kami harus produksi 200 sapu seharinya,” imbuh Irayanti.

Daya serap pasar yang tinggi dengan sendirinya diimbangi kemampuan produksi para perajin sapu di Kroco. Sebagai orang yang terlatih, bertahun-tahun berkutat dalam produksi sapu, tak sulit bagi pemroduksi sapu seperti Irayanti melayani permintaan tersebut. Menurutnya, satu orang yang telah terampil dan terlatih tiap hari bisa bikin setidaknya 50 sapu. “Pengupahan sistem borongan. Merakit satu sapu upahnya Rp 300. Selain dikerjakan di sini ada juga yang dikerjakan di rumah,” ujarnya. (Sukron)

Baca Juga:  Desa Sukamanah Pelopor Desa Digital

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *