Antisipasi Hoaks, Para Elit Politik tak Mudah Keluarkan Informasi Kurang Valid

Andi Sandi dan Nyarwi Ahmad tampil sebagai narasumber dalam diskusi Pojok Bulaksumur ke-5 di Gedung Pusat UGM. (Foto: Wiradesa)

YOGYAKARTA – Ingar-bingar tahun politik 2024 diperkirakan tak lepas dari perang informasi hoaks. Ketika siapa pun bisa jadi konten kreator maka peluang hoaks untuk diproduksi dan disebarluaskan sangat kuat.

Pakar komunikasi politik UGM Nyarwi Ahmad mengibaratkan, drama hoaks dalam pertarungan politik yang kuat ibarat api yang menyala sehingga sangat berbahaya. “Bahaya drama hoaks luar biasa. Bisa tumbuh ketidakpercayaan (distrust) di tengah masyarakat. Namun, sudah mulai muncul kesadaran para elit politik. Mereka tampak lebih berhati-hati dengan tak mengeluarkan informasi yang tidak valid,” ujar Nyarwi dalam dialog Pojok Bulaksumur ke-5 di Gedung Pusat UGM, Kamis 12 Januari 2023.

Dikatakan Nyarwi, meski peluang hoaks bisa mereda tapi kalau ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan model disinformasi untuk menghancurkan karakter penyelenggara Pemilu atau lawan politik dalam kontestasi Pemilu maka hoaks politik akan kembali muncul seperti beberapa Pemilu terakhir. Gerakan literasi menyadarkan masyarakat agar tak termakan informasi hoaks sudah banyak diupayakan. Hal itu akan makin efektif bila diimbangi tumbuhnya kesadaran dari para elit politik bahwa main hoaks adalah main api yang justru bisa menyebabkan dirinya sendiri terbakar.

Baca Juga:  Lulusan UIN Jadi Tukang Pijat

Sementara itu pakar Hukum Tata Negara UGM Andi Sandi dalam diskusi siang itu menyampaikan pada Pemilu 2024 mendatang pemilihan dengan sistem terbuka pilih tanda gambar partai plus calon legislatif sehingga tak ada lagi rebutan nomor sepatu. Dulu nomor urut kecil makin berpeluang. Sedangkan sekarang tidak. “Sekarang yang kerap diributkan soal sisa suara. Model terbuka tetap ada plus minusnya. Minusnya, model terbuka akan ada anggota yang tak patuh dengan partainya karena ia merasa dipilih langsung oleh konstituen,” kata Andi Sandi.

Andi berharap, sistem Pemilu agar tak selalu berganti tiap lima tahun karena dengan adanya pergantian sistem Pemilu tiap lima tahun maka masyarakat akan dihadapkan pada sistem Pemilu yang tak pernah mapan. (Sukron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *