TULUNGAGUNG – Sejumlah aparat desa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, masih kurang paham soal administrasi dan keuangan. Mereka tidak mengerti pembuatan surat pertanggungjawaban dan harga satuan pokok kegiatan.
Berdasarkan temuan Inspektorat Kabupaten Tulungagung, selama tahun 2022, ada 386 kasus permasalahan administrasi dan keuangan di 52 desa di wilayah kerjanya. “Dari ratusan kasus itu, mayoritasnya sudah terselesaikan, tinggal 7 kasus yang belum selesai,” kata Tranggono, Kepala Inspektorat Pemkab Tulungagung, Selasa 10 Januari 2023.
Koran Memo Kediri melaporkan, Inspektorat Kabupaten Tulungagung menemukan ratusan permasalahan administrasi dan keuangan di beberapa desa saat melakukan pemeriksaan selama tahun 2022. Bahkan dari ratusan kasus tersebut, sebanyak 7 kasus belum kunjung terselesaikan.
Kepala Inspektorat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung, Tranggono sudah melakukan pemeriksaan administrasi maupun keuangan yang dibuat oleh masing-masing pemdes.
Selama melakukan pemeriksaan, pihaknya justru mendapati ratusan kasus permasalahan administrasi dan keuangan di puluhan desa. Tercatat sedikitnya ada 386 kasus permasalahan administrasi dan keuangan yang ada di 52 desa di wilayah kerjanya.
Secara teknis, jelas Tranggono, temuan kasus permasalahan administrasi itu meliputi kurangnya berkas-berkas dalam pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) pada saat pihak desa melakukan suatu bentuk kegiatan fisik maupun non fisik. Sedangkan untuk temuan masalah keuangan merupakan, penggunaan uang berlebih yang tidak sesuai dengan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK).
Dikarenakan adanya temuan kasus tersebut, pihaknya meminta agar masing-masing pemdes yang terlibat agar segera melakukan penyelesaian sesuai rekomendasi dari Inspektorat. Sedangkan apabila pemdes kesulitan dalam melakukan penyelesaian, bisa berkoordinasi dengan Kecamatan. “Mereka kami rekomendasikan untuk melakukan penyelesaian,” jelasnya.
Tranggono mengungkapkan rata-rata permasalahan administrasi karena desa tersebut belum mengetahui cara membuat SPJ. Pasalnya, SPJ yang dilampirkan oleh puluhan Pemdes tersebut tidak sesuai dengan kegiatan yang sudah dijalankan.
Sedangkan untuk kasus masalah keuangan, didominasi harga komoditi yang dibeli melebihi HSPK lantaran harga di pasaran naik. Diketahui untuk kasus keuangan hanya terdapat di lima Pemdes saja yang mana 4 pemdes sudah mengembalikan uang senilai Rp 20 juta. “Karena kelebihan, uangnya kami minta untuk dikembalikan. Sisa satu Pemdes yang belum mengembalikan,” pungkasnya.
Dengan persoalan yang muncul, maka bimbingan pengelolaan keuangan desa, khususnya masalah pelaporan dan penggunaan anggaran, perlu dilakukan. Dinas atau Bagian Pemberdayaan Masyarakat dan Desa merupakan pihak yang mendapat tugas untuk membimbing para aparat desa, khususnya kepala desa dan bendahara desa. (*)